Kamis 01 Feb 2024 00:34 WIB

Penggunaan AI dalam Industri Media Dinilai Perlu Regulasi Khusus

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik menilai penggunaan AI perlu regulasi khusus.

Ditjen Komunikasi dan Informasi Publik Kemekominfo menggelar diskusi beberapa waktu lalu.
Foto: Istimewa
Ditjen Komunikasi dan Informasi Publik Kemekominfo menggelar diskusi beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Teknologi AI menjadi kawan atau lawan dalam distrupsi digital saat ini ? pertanyaan ini menjadi pembuka dalam diskusi insan-insan pers dalam forum yang diselenggarakan oleh monument pers sebagai unit kerja dibawa Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, 29 Januari 2024.

Dalam rilis yang diterima pada Rabu (31/1/2024), Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menyadari perlunya peraturan perundangan yang mengikat secara komprehensif diperlukan untuk mengatur hal ini agar tidak merugikan media massa nasional.

"Kita berharap seperti di Uni Eropa. Di Uni Eropa itu punya UU yang komprehensif mengatur AI dari sisi hak ciptanya, dari sisi pornografi, deep fake-nya dan segala sisi. Seperti Omnibus Law-nya AI," kata Usman dalam acara Forum Diskusi Media: AI dan Keberlanjutan Media.

Usman Kansong juga menegaskan tentang perlunya perlindungan media-media lokal dari begitu kuatnya dominasi raksasa teknologi global, khususnya tekait hakcipta dan kepemilikan. Ini termasuk penerapan hak cipta yang mencakup hak moral dan hak ekonomi.

“Sementara karya jurnalistik yang dihasilkan oleh media diperoleh dengan biaya. Ini problem. Dalam dunia media dan ilmiah, kita mengutip satu sumber dan kita sebutkan, maka tidak bisa menuntut itu. Dan problem ini sebetulnya terjadi pada platform digital juga dalam hubungannya dengan media,” tambah Usman.

Menkominfo Budi Arie Setiadi telah melakukan terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial pada 19 Desember 2023.

Edaran itu memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial bagi perusahaan atau organisasi.

“Yang paling penting prinsipnya adalah akuntabilitas dan human centered artinya berpusat kepada manusia, karena ada kekhawatiran AI ini akan membunuh peradaban manusia," kata Usman

Namun Usman menyatakan keberadaan Surat Edaran tidak cukup untuk mengatur pemanfaatan teknologi AI karena perkembangan begitu cepat. Dia pun mengajak insan pers untuk mendorong kehadiran regulasi yang lebih komprehensif.

"Lewat diskusi-diskusi seperti ini, bisa melahirkan rekomendasi yang bisa diserahkan kepada Menkominfo  sebagai leading sector di bidang digital," ujar dia. 

Sementara itu, peneliti media Agus Sudibyo juga mengingatkan tentang keberadaan raksasa digital yang menjadi pelaku utama berkembangnya AI. Dia juga mengingatkan betapa berbahayanya kondisi ini. 

"Kalau kita lihat dari sisi kritis ini jelas sekali fenomena kapitalisme, kapitalisme digital, kapitalisme pengawasan," kata Agus.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement