Kamis 08 Feb 2024 17:16 WIB

Sepenggal Cerita dari Negeri Habasyah

Raja Najasyih berikrar bahwa ia lebih baik meninggalkan gunung emas daripada menyakiti salah satu kaum muslimin yang hijrah ke negerinya.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Partner
.

Bandara Internasional Addis Ababa, Ethiopia (dulu bernama Habasyah). (Foto: Mursalin Yasland) 
Bandara Internasional Addis Ababa, Ethiopia (dulu bernama Habasyah). (Foto: Mursalin Yasland)

SumatraLink.id -- Pemimpin kaum quraisy Abu Jahal semakin gusar dan gerah. Ia tidak senang dengan agama baru yang satu per satu penduduk Makkah masuk Islam. Terjadilah penindasan dan kekerasan terhadap kaum muslim yang minoritas.

Perlakuan kejam tak hanya berlaku bagi kaum lelaki muslim, tapi hal serupa menimpa juga kaum muslimahnya. Bahkan tindakan sadis orangtua kepada anaknya yang muslim zaman itu menjadi ‘santapan’ sehari-hari.

Abu Jahal memukul Ummu Abis An-Najdiyyah sampai ia buta. Mush’ab bin Umair ditahan ibu kandungnya dan dibekab selama tiga tahun tak keluar rumah. Thalhah bin Ubaidillah (15 tahun) diikat dan diseret ibu kandungnya ke pasar lalu dipukul.

Manisnya ajaran Islam, meski ditindas dan diperlakukan tidak wajar, Mush’ab bin Umair dan Thalhah bin Ubaidillah tidak sedikitpun melawan atau berontak dan memberi balasan setimpal kepada ibu kandungnya yang telah menyiksanya. Mereka menjawab, karena yang menindas ibu kandungnya sendiri. “Karena agama memerintahkan hal tersebut,” kata Thalhah bin Ubaidillah.

Melihat penderitaan kaum muslimin kala itu, Nabi Muhammad saw memerintahkan mereka hijrah ke negeri Habasyah. Ini hijrah pertama kaum muslimin dari Makkah sebelum ke Madinah. Kenapa ke Habasyah? Nabi saw menjuluki negeri tersebut Bumi Kejujuran dan rajanya tidak zalim kepada siapapun. Dalam sabdanya:

“Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorang pun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian.” (Fathul Bari 7:189).

Nabi saw mengajak kaum muslimin hijrah ke Habasyah bukan tanpa pertimbangan yang matang. Penderitaan kaum muslimin atas tekanan dan perlakukan kasar dari kaum quraisy, menandakan nubuwat Nabi saw mengetahui tempat yang aman untuk bermukim saat hijrah untuk memperteguh akidah umatnya agar tidak berbalik ke zaman jahiliyah lagi.

Sepertiga dari 300 kaum muslimin yang ada di Makkah hijrah ke Habasyah.Termasuk sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq tapi kembali lagi membantu Nabi saw di Makkah, Usman bin Affan dan istrinya Ruqayyah (putri Rasulullah saw), Abdurrahman bin Auf, Ja’far bin Abi Thalib, Zubair bin Awam, Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Juga terdapat Ummu Salamah, istri Nabi saw. Warga Makkah saat itu tergoncang, karena sebagian penduduk kaum musliminnya hijrah ke Habasyah.


Mereka tinggal di Habasyah 15 tahun dan tidak kembali ke Makkah kecuali setelah Perang Khaibar. Mereka dijamin oleh Raja Najasyih, meski penduduknya mayoritas Agama Nashrani, termasuk rajanya. Tapi Najasyih tetap memperlakukan penduduknya secara adil dan bijaksana, berbeda dengan raja-raja lainnya yang saat itu berkuasa.

Selama itu kaum muslimin yang tadinya beragama secara sendiri-sendiri dan menanggung akibat dari berpindahnya akidah ke Islam oleh kaum quraisy menjadi kuat. Jaminan Raja Najasyih dan ramahnya penduduk negeri Habasyah nonmuslim, menjadi kekerabatan kaum muslimin semakin kokoh. Apalagi saat itu turun wahyu yakni Surat Maryam dan Al-Kahfi.

Hijrahnya sepertiga kaum muslimin mengguncang kaum quraisy. Mereka marah besar. Mereka khawatir karena peperangan tidak lagi berada di dalam Makkah, tapi peperangan akan merambah ke negeri di luar Makkah.

Berbagai cara dilakukan untuk mengambil kaum muslimin di Habasyah. Penguasa kaum quraisy mengutus Amru bin Ash untuk menemui Raja Najasyih. Dari dulu Amru memang teman dekat Najasyi, tak salah penguasa quraisy mengutusnya untuk membujuk raja Habasyah menyerahkan kembali penduduk Makkah yang hijrah tersebut.

Dengan pemberian hadiah yang banyak kepada Raja Najasyih, Amru bin Ash memberikan prolog dan argumentasi kepada raja terkait kedatangannya ke singgahsana Habasyah.

“Wahai sang raja! Mereka adalah orang-orang bodoh yang meninggalkan negeri kami. Ayah-ayah mereka, ibu-ibu mereka menangis karena ditinggalkan mereka. Mereka telah mengutusku agar mereka kembali kepada kami. Merekalah yang paling berhak memperlakukan anak-anak mereka,” seru Amru bin Ash.

“Ia benar,” timpal ajudan Raja Najasyih.

Sebagai raja yang terkenal jujur, adil dan bijaksana, Raja Najasyih tak serta merta menerima pernyataan dan seruan Amru bin Ash, termasuk komentar pengawalnya. Sejak zaman kenabian dulu, ternyata Raja Najasyih telah menerapkan kaidah konfirmasi atau verifikasi atau dalam Islam prinsip itu disebut tabayyun. Raja Najasyih tak langsung menerima dan memutuskan saat menerima informasi atau berita secara sepihak.

“Tidak. Demi Allah! Sebelum aku mendengar dari mereka,” katanya.

Ja’far bin Abi Thalib dan beberapa kaum muslimin lainnya tiba.

“Telah sampai kepadaku berita, kalian semua telah meninggalkan agama kalian, tetapi tidak mengikuti agamaku dan kalian telah datang ke negaraku. Apa maksud kedatangan kalian dan apa agama yang kalian anut tersebut,” tanya Raja Najasyih.


Ja’far bin Abi Thalib menjadi pembicara mewakili kaum muslimin lainnya. Ia maju di depan raja. Paparannya:

“Dahulu kami adalah kaum jahiliyah yang menyembah berhala, memakan bangkai, menyalahi perjanjian, memutuskan hubungan bertetangga, yang kuat diantara kita memakan yang lemah. Lalu, datang seorang laki-laki diantara kami yang kami ketahui nasabnya, kejujurannya, amanahnya, kehormatannya. Ia memerintahkan kepada kami untuk berkata yang jujur, menunaikan amanah, menyambung silaturrahmi, berbuat baik kepada tetangga, dan melarang kami dari perbuatan-perbuatan keji, ucapan-ucapan dusta, memakan harta anak yatim.”

“Kaum kami memusuhi dan memaksa kami, menganiaya kami, menyiksa dan menyakiti kami. Nabi kami bersabda, ‘Pergilah kamu ke Negeri Habasyah!’ Sesungguhnya di sana ada raja yang tidak menzalimi seorang pun.’ Kami pun pergi dari negeri kami ke negerimu. Kami memilih kamu daripada yang lainnya. Dan kami mengharap tidak dizalimi di negerimu .”

Raja Najasyih terperana mendengar penjelasan Ja’far bin Abi Thalib.

“Apakah engkau membawa sesuatu dari Nabi kamu?” tanya Raja Najasyih.

Ja’far membaca beberapa ayat Quran Surat Maryam (ayat 16-31). Raja Najasyih semakin terperangah dan meneteskan air mata mendengar ayat suci Alquran tersebut. Lalu ia menuturkan:

“Sesungguhnya apa yang engkau baca dengan apa yang dibawa Isa al-Masih keluar dari sumber yang satu (wahyu Allah). Pergilah kalian semua. Demi Allah! Aku tidak akan menyerahkanmu selamanya.”

Kepada Amru bin Ash, “Wahai Amru, sekarang pergilah! Demi Allah! Aku tidak akan menyerahkan mereka selamanya,” tegas Raja Najasyih.

Amru tak putus asa. Ia berjanji untuk kembali lagi dan membujuk sang raja.

“Wahai sang Raja, mereka telah mengatakan hal senonoh kepada Isa bin Maryam,” kata Amru ketika menghadap Raja Najasyih yang kedua kalinya.


Lagi-lagi Raja Najasyih tak menerima begitu saja. Ia tetap menerapkan prinsip tabayyun. Didatangkan lagi kaum muslimin untuk mengkonfrontasi pernyataan Amru tersebutl.

“Telah sampai kepadaku bahwa nabimu berkata tak senonoh terhadap Isa bin Maryam,” kata Raja Najasyih kepada Ja’far bin Abi Thalib.

“Ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya, dan ia adalah kalimat yang ditiupkan kepada Maryam,” timpal Ja’far.

Jawaban Ja’far membuat Raja Najasyih mengilustrasikan dengan sebuah garis yang menyebutkan bahwa Isa tidak keluar dari garis tersebut. Sang raja memerintahkan kaum muslim untuk pergi dan menjamin keamanannya. Bahkan, Raja Najasyih berikrar bahwa ia lebih baik meninggalkan gunung emas daripada menyakiti salah satu dari kaum muslimin yang hijrah ke negerinya.

Amru bin Ash pulang tanpa hasil. Hadiah yang banyak diserahkan kembali Raja Najasyih kepadanya. Kaum muslimin hidup aman dan damai serta bermata pencarian di Negeri Habasyah di bawah kekuasaan Raja Najasyih selama 15 tahun.

Saat Raja Najasyih dikudeta penduduknya. Najasyih menyatakan kepada kaum muslimin.

“Jika aku menang, maka kembalilah kalian ke Habasyah. Namun bila aku kalah, maka pergilah kalian,” seru Raja Najasyih.

Qodarullah-nya Raja Najasyih menang. Kaum muslimin melanjutkan tinggal di negeri Najasyih.

Begitulah kisah Negeri Najasyih terhadap sahabat Nabi saw yang baru memeluk Islam, yang terjadi pada tahun ketujuh sebeluh hijriah atau tahun 615 Masehi, lima tahun setelah Nabi Muhammad saw diutus. Teror dan siksaan yang kejam dari kaum quraisy kepada kaum muslimin ternyata mendapat perlindungan dari sang raja yang nonmuslim.

Menurut atlas Hadist al-Nabawi, Negeri Habasyah berada di benua Afrika, yang dikenal sekarang Ethiopia atau Eritrea. Penduduknya dikenal al-Habasyi berasal dari bangsa Sudan berkulit hitam. Habasyah menjadi cikal bakal perjuangan agama Islam dan kaum muslimin pada tahap-tahap permulaan.


Raja Najasyih yang disebut orang Arab sebagai Ashama ibnu Abjar telah menjadi penyelamat akidah umat Islam pada perjuangan awal kemunculan agama Islam. Kisah hijrah pertamanya kaum muslimin di awal kemunculan Islam terungkap dalam hadist shahih Al-Bukhori yangmengutip penjelasan dari Ummu Salamah, istri Nabi saw yang ikut hijrah pertama tersebut.

Saat ini, Negeri Habasyah sepeninggalan Raja Najasyih berkembang umat Islam. Raja pun silih berganti, umat Islam pun terus mendapat cobaan dan ujianseiring dengan kekuasaan raja yang tidak sama dengan Raja Najasyih. Berdasarkan sensus yang digelar tahun 1994, jumlah penduduk Muslim di Ethiopia mencapai 32,8 persen dari total pendudunya. Umat Islam peringkat kedua terbesar setelah penduduk beragama Nashrani.

Islam, satu-satunya agama yang benar dan diridhoi Allah azza wa jalla. Agama selain Islam tidak diterima Allah swt setelah diutusnya Nabi Muhammad saw. “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).

“Dan barang siapa mencari agama selain Agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85). “Islam itu tinggi, dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR. Ad-Daruquthni).

Kisah hijrahnya kaum muslimin di awal-awal kemunculan Islam menjadi spirit tidak terbatas bagi umat Muslim dalam mempertahankan dan memperjuangkan Islam terhadap musuh-musuhnya.

Selamat memasuki tahun 1440 H, semoga Allah swt selalu memberkahi umat dan perjuangan Islam di bumi-Nya, hingga Islam tetap tinggi dan tidak ada yang menandinginya. Allahu a’lam bishawab. (Mursalin Yasland)

sumber : https://sumatralink.id/posts/286318/sepenggal-cerita-dari-negeri-habasyah
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement