OCEANIA.ID -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) melakukan penanganan paus sperma (physeter macrocephalus). Paus sepanjang 15 meter itu terdampar di pesisir Desa Sareidi, Distrik Biak Timur, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua pada Selasa (6/2/2024).
Penanganan paus dilindungi tersebut dilakukan dengan cara dibakar. Hal ini untuk mencegah dampak buruk bagi lingkungan karena saat ditemukan bangkai paus sudah dalam kondisi pembusukan tingkat lanjut. Paus terdampar di daerah pantai berbatu dan tertahan oleh tegakan bakau.
“Setelah menerima laporan, tim segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dan menuju lokasi untuk menangani paus sperma yang terdampar ini,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (10/2/2024).
Victor menjelaskan paus sperma atau biasa dikenal dengan nama lain Paus Kepala Kotak merupakan mamalia laut yang dilindungi penuh oleh negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut, sehingga perlindungan terhadap spesies ini penting untuk dilakukan.
Menurut Victor, paus sperma merupakan biota laut yang terdistribusi secara luas, dan dapat ditemukan diseluruh laut dalam termasuk Samudera Pasifik.
“Biak Numfor merupakan pintu gerbang Indonesia menuju Samudera Pasifik sehingga bukan tidak mungkin kejadian paus terdampar akan terjadi lagi,” ucap Victor.
Sementara itu, Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi menjelaskan, pada awalnya paus ditemukan oleh masyarakat setempat mengapung di dekat pemukiman, usaha menarik paus ke laut lepas oleh masyarakat gagal dan paus kemudian terdampar di pantai berbatu dengan beberapa tegakan bakau.
“Penanganan yang dilakukan tim yaitu dengan metode pembakaran pada lokasi terdampar. Metode ini dipilih dikarenakan situasi yang sulit untuk merelokasi bangkai paus. Proses pembakaran dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan dampak lingkungan yang mungkin terjadi,” kata Imam.
Berdasarkan keterangan warga setempat, kejadian ini merupakan kejadian kedua dalam dua tahun terakhir di Pulau Owi. Pada kejadian pertama, jenis paus terdampar sama namun dengan ukuran yang lebih besar.
Pada saat itu warga memilih membiarkan paus terurai secara alami, namun ternyata hal ini ternyata berdampak buruk bagi lingkungan karena mengakibatkan kematian karang dan biota laut lainnya seperti gurita.