REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur LBH APIK Jawa Barat, Ratna Batara Munti, mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan segala bentuk tindakan pelecehan maupun kekerasan seksual terhadap perempuan, termasuk catcalling. Catcalling adalah pelecehan seksual secara verbal dengan melontarkan kata-kata tidak senonoh dan dilakukan di ruang publik.
"Semua bisa jadi korban, perempuan mana pun. Seperti, 'Hai cantik mau kemana', itu kata-kata yang melecehkan ya, atau siulan," ungkap Ratna kepada Republika.co.id, dikutip Ahad (11/2/2024).
Catcalling diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tindakan tersebut termasuk dalam kategori kekerasan seksual nonfisik.
Tindakan yang berdampak merendahkan sampai kata-kata verbal maupun nonverbal yang melecehkan memiliki sanksi pidana maksimal sembilan bulan kurungan. Bagaimana jika perempuan yang menjadi sasaran catcalling menganggapnya hal biasa?
"Pelecehan nonfisik ini adalah delik aduan. Jadi kalau memang korbannya nggak masalah dan cukup minta ganti rugi aja, tapi nggak dilaporkan. Intinya dia punya pilihan apakah akan melaporkan atau memproses si pelaku, atau diselesaikan dengan cara yang lain. Itu hak dia," papar Ratna.
Catcalling yang merupakan delik aduan bagi orang dewasa dijelaskan dalam Pasal 5 UU No. 12 tahun 2022. Namun, bagi anak-anak dan penyandang disabilitas, kasusnya bisa diadukan oleh orang lain yang melihat kejadian atau menjadi saksi dari tindak pidana kekerasan seksual.