REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Persediaan beras di sejumlah wilayah mengalami kelangkaan. Padahal, ketersediaan beras selaku makanan pokok merupakan salah satu bentuk ketahanan pangan.
Ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memperoleh makanan pokok bagi masyarakat dalam segala keadaan yang mereka hadapi. Artinya, makanan pokok tersebut benar-benar tersedia dan dapat diakses secara ekonomi oleh semua orang.
Hal itu menunjukkan bahwa ketika ketahanan pangan terlaksana, maka masyarakat dapat memproduksi atau membeli makanan berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup, sehingga menjamin kehidupan yang sehat dan bebas penyakit bagi seluruh anggota keluarga.
Karena itu pula, syariat Islam melarang monopoli bisnis, terutama dalam keadaan dan krisis yang sulit ketika pangan, gizi, dan pengobatan langka. Karena monopoli memperparah bahaya yang mengancam masyarakat karena mengganggu aspek penting kehidupan.
Ketahanan pangan merupakan salah satu dari dua ketahanan utama yang menjadi dasar dibangunnya ketahanan masyarakat secara menyeluruh, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Quraisy ayat 3-4:
فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ ࣖ
"Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan." (QS. Quraisy ayat 3-4)
Menjamin kebutuhan gizi setiap individu merupakan tugas negara dan hal ini dianggap suatu kebutuhan. Karena jumlah yang berada di bawah tingkat kebutuhan nutrisi dasar yang cukup menyebabkan kelaparan dan kemudian kematian bagi seluruh atau sebagian besar penduduk suatu negara.
Pertama, kebutuhan pangan yang sifatnya darurat antara lain ialah air dan tanaman biji-bijian seperti gandum, padi, dan jagung. Disebut darurat karena ketiadaannya dapat menyebabkan kehancuran dan kematian.
Kedua, kebutuhan pangan selanjutnya adalah yang sifatnya dapat disimpan dan digunakan. Seperti kacang-kacangan dan semacamnya.
Allah SWT berfirman:
وَاِذْ قُلْتُمْ يٰمُوْسٰى لَنْ نَّصْبِرَ عَلٰى طَعَامٍ وَّاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ مِنْۢ بَقْلِهَا وَقِثَّاۤىِٕهَا وَفُوْمِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۗ قَالَ اَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِيْ هُوَ اَدْنٰى بِالَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ ۗ اِهْبِطُوْا مِصْرًا فَاِنَّ لَكُمْ مَّا سَاَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ ࣖ
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan saja, maka mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah.” Dia (Musa) menjawab, “Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik? Pergilah ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta.” Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas." (QS. Al Baqarah ayat 61)
Jenis lain yang termasuk poin kedua ialah lemak seperti buah zaitun, dan gula makanan seperti kurma atau semacamnya. Kurma mengandung unsur nutrisi yang lengkap untuk menggantikan kebutuhan nutrisi dasar.
Ketiga ialah kebutuhan pangan yang sifatnya untuk peningkatan gizi. Misalnya buah-buahan, ikan, dan segala sesuatu yang boleh dimakan dari laut. Penyediaan buah-buahan dianggap sebagai ketahanan pangan. Jika terjadi krisis yang menyebabkan kekurangan pangan, buah-buahan merupakan alternatif yang kuat dalam keadaan darurat tersebut.
"Pernahkah kamu perhatikan benih yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkan? Sekiranya Kami kehendaki, niscaya Kami hancurkan sampai lumat; maka kamu akan heran tercengang." (QS. Al Waqiah ayat 63-65)
Dalam Alquran juga telah disebutkan kisah Nabi Yusuf AS ketika dia diangkat menjadi pejabat tinggi Mesir. Saat itu Nabi Yusuf meminta suatu jabatan demi menyelamatkan rakyat Mesir dari keterpurukan. Ini terekam dalam Surat Yusuf ayat 54-55.
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي ۖ فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
"Dan raja berkata, 'Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku'. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata, 'Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami'. Yusuf berkata, 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan'." (QS. Yusuf ayat 54-55)
Raja Mesir senang dengan kebijaksanaan dan pengetahuan yang dimiliki Nabi Yusuf AS. Ini tidak lepas dari mukjizat Nabi Yusuf AS yang mampu mengartikan mimpi Raja Mesir melihat tujuh ekor sapi dan ada delapan ekor yang sedang memakan tujuh ekor sapi yang kurus.
Dalam tidurnya itu, Raja Mesir juga bermimpi melihat tujuh bulir jagung hijau yang diolah menjadi tujuh batang yang kering. Semua ahli tafsir mimpi dan ahli sihir, tidak bisa menafsirkan mimpi tersebut. Lalu seorang pelayan raja menyarankan untuk mendatangkan Nabi Yusuf untuk menafsirkan mimpi.
Yusuf pun datang dan menjelaskan kepada raja bahwa Mesir akan ditimpa masa yang baik selama tujuh tahun, masa paceklik selama tujuh tahun, dan tahun-tahun berikutnya yang baik.
Pengetahuan dan kebijaksanaan Nabi Yusuf itulah yang membuat Raja Mesir memutuskan untuk memberi kedudukan tinggi kepadanya. Raja pun menawarkan jabatan kepada Yusuf untuk mengambil alih pengelolaan selama tahun-tahun yang baik dan selama masa paceklik itu.
Namun Yusuf menolak tawaran tersebut jika ketidakbersalahannya dalam kasus istri Al-Aziz terungkap. Investigasi pun dilakukan oleh pihak raja. Hingga akhirnya, kebenaran terkait kasus itu terungkap bahwa Nabi Yusuf AS tidak bersalah.
Kemudian Yusuf meminta raja agar dirinya diberi kewenangan untuk melakukan swasembada pangan. Nabi Yusuf AS berkata kepada raja, "Untuk mengatur penanaman dan lumbungnya, berikan aku tanggung jawab atas kekayaan bumi, karena aku bisa melestarikannya dan tahu cara mengelolanya."
Raja Mesir pun mengeluarkan keputusan menunjuk Yusuf sebagai perdana menteri Mesir. Dengan demikian, penderitaan yang dialami sebelumnya oleh Nabi Yusuf di Mesir hingga membuat dia dipenjara akibat kasus istri Al Aziz, justru menjadi landasan untuk mengangkat derajat Nabi Yusuf di muka bumi.
Setelah diangkat sebagai perdana menteri Mesir, Nabi Yusuf AS mengambil alih urusan ekonomi dan pangan. Di masa tahun-tahun yang baik itu, Nabi Yusuf mengatur produksi dan penyimpanan hasil bumi. Masa tujuh tahun yang baik pun berlalu, kemudian memasuki masa tujuh tahun paceklik. Di awal masa paceklik ini, Nabi Yusuf AS meningkatkan pendistribusian dengan tetap menjaga stabilitas pasokan pangan. Selama tujuh tahun dilanda kekeringan, hujan benar-benar tidak turun. Tidak ada hasil panen.
Selama Mesir mengalami kekeringan, Nabi Yusuf AS memimpin operasi pendistribusian makanan kepada masyarakat. Karena langkah yang diambil inilah, Nabi Yusuf menjadi populer karena kemampuannya mengatur kebutuhan rakyat, mendistribusikan pasokan pangan, dan menyelamatkan mereka dari keterpurukan.