REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World School Summit (WSS) kembali digelar di Dubai, Uni Emirat Arab pada 10-11 Februari 2024. WSS adalah konferensi internasional yang mempertemukan para pendidik, guru, kepala sekolah, profesional, dan orang-orang yang peduli terhadap dunia pendidikan. Kali ini adalah penyelenggaraan WSS ke-13, diadakan di Marriott Hotel Al Jaddaf, Dubai.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala SMA Labschool Jakarta, Suparno Sastro, menjadi perwakilan dari Indonesia.
Acara konferensi internasional ini didedikasikan untuk menghormati kontribusi luar biasa terhadap pendidikan global, serta mendapatkan pengalaman yang memperkaya pengetahuan.
"Tahun ini alhamdulillah saya mendapat apresiasi Leader in Multicultural Education Award dalam ajang World School Summit di Dubai," kata Suparno.
Dia berharap agar perolehan ini mencerminkan komitmennya terhadap upaya untuk membangun komunitas dan ekosistem pembelajaran. Yang lebih penting lagi spirit dari penghargaan itu akan berdampak bagi kualitas dan manajemen pendidikan sekolah.
Baginya pertemuan puncak ini lebih dari sekedar peristiwa. WSS adalah kesempatan untuk saling membangun koneksi, saling belajar, dan merayakan kekuatan transformatif pendidikan. Terlibat dalam diskusi mendalam, yang membahas berbagai isu pendidikan terutama bagaimana menjawab tantangan pendidikan global saat ini pascacovid-19 dan merumuskan apa yang seharusnya para pendidik, guru lakukan dan adanya terobosan reformasi dalam membentuk masa depan pendidikan global.
WSS ke-13 dihadiri ratusan pendidik dan tenaga profesional bidang pendidikan terpilih dari Asia dan Afrika. Mereka berkumpul berdiskusi dan diberikan apresiasi berdasarkan kiprah pendidikan di negara asal selama ini.
Mengutip paparan Suparno dalam konferensi, karakteristik peserta didik ke depan yang mesti disiapkan sekolah adalah generasi yang memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, punya tujuan hidup yang kuat, mudah berinteraksi sosial, dan fleksibel.
Di sisi lain, tantangan mendidik para generasi alpha atau post Gen Z yang nota bene adalah digital natives ini adalah mereka hidup di tengah tsunami informasi; dengan daya fokus yang relatif rendah; kemampuan memproses data cepat tetapi tidak mendalam; terlalu banyak bergantung kepada teknologi digital; dan sangat mudah terdistraksi.
Oleh karena itu bagi Suparno, untuk meminimalisir atau menanggulangi tantangan tersebut, guru hendaknya menjadi komunikator yang baik, fasilitator, adaptif terhadap perubahan, menjadi pembelajar sepanjang hayat, serta role model bagi peserta didik.
Dalam sesi diskusi panel, diakui oleh para panelis bahwa guru masih mengalami berbagai permasalahan dalam pengembangan profesional. Guru dinilai belum mampu mengidentifikasi kebutuhan masing-masing siswa. Dan diakui bahwa implementasi pembelajaran berdiferensiasi masih menjadi kendala di berbagai negara di Asia dan Afrika. Tentu akan menjadi tantangan baru lagi dalam pendidikan profesi guru dan pengembangan kompetensi guru.