REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pakar Telematika, Roy Suryo, mengatakan saat ini publik banyak yang bertanya tentang kinerja aplikasi Sirekap untuk menginput hasil Pemilu. Karena menurut Roy, Sirekap kerap eror, down dan dapat mengubah-ubah angka yang diinput oleh petugas.
"KPU baru merilis aplikasi Sirekap ini pada 22 Januari 2024 alias sekitar sebulan lalu. Masalahnya adalah, Apakah aplikasi Sirekap ini sudah benar-benar pernah diuji secara benar sebelum berani digunakan dalam Pemilu 2024 ini? Dengan kata lain apakah Sirekap sudah memiliki Sertifikasi Layak Teknis dari Institusi yg kompeten, misalnya BRIN atau pakar-pakar independen berbagai kampus ternama di Indonesia," kata Roy, Jumat (16//2/2024).
Roy menjelaskan aplikasi Sirekap Pemilu 2024 bisa diunduh di PlayStore maupun browser yang akan mengarahkan ke aplikasi di PlayStore tersebut. Aplikasi tersebut bisa diunggah di Play Store dengan mengetikkan 'Sirekap 2024' atau melalui link download Sirekap 2024 di browser yang akan mengarahkan ke aplikasi di Play Store.
Roy menilai seharusnya sebelum dan sesudah dipakai Sirekap ini harus diaudit IT Forensic. Apalagi banyak kesalahan dan menjadi trending topic.
Meski Sirekap hanya alat bantu dan bukan merupakan hasil resmi Pemilu 2024, namun menurut Roy perhitungan ini tetap menjadi acuan bagi masyarakat umum melihat hasil rekapitulasi. Karena masih banyak masyarakat yang tidak mau menerima bulat-bulat pemaparan hasil Pemilu melalui quick count.
Roy menjelaskan Sirekap adalah sebuah sistem yang prinsipnya menggunakan Teknik Optical Character Recognizer (OCR ) dan Optical Mark Recognizer (OMR) yang sebenarnya bukan hal baru dalam dunia Seleksi Mahasiswa di Kampus. Karena OCR / OMR fungsinya mempercepat pembacaan karakter, huruf, tanda baca yang sebelumnya ditulis oleh manusia, menjadi kode yang langsung bisa dimengerti oleh komputer yang akan mengolahnya.
Bahkan sebenarnya menurut Roy, sejarah penggunaan OCR / OMR sendiri sudah dirintis sejak 110 tahun lalu sejak tahun 1914 ketika seorang Fisikawan Jerman bernama Emanuel Goldberg berhasil mengembangkan mesin pembaca karakter dan mengubahnya menjadi kode telegraf.
"Jadi publik jangan seolah-olah mau dipamerin dengan teknologi yang prinsipnya sudah lebih dari 11 dekade yang lalu tersebut, apalagi disebut-sebut sekarang menggunakan AI segala. Come on, ini teknologi biasa dan sudah umum dipakai yang biasanya memang sudah canggih, jarang terjadi error sebagaimana yang masif dilaporkan dalam penggunaan Sireka hari ini," ujar Roy.