Senin 19 Feb 2024 14:02 WIB

Ilmuwan Berhasil Prediksi Kenaikan Permukaan Air Laut Akibat Krisis Iklim

Perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan permukaan air laut yang signifikan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Ilmuwan telah mengidentifikasi bahwa kenaikan permukaan air laut yang terkait dengan perubahan iklim dapat diprediksi dengan lebih baik.
Foto: Unsplash
Ilmuwan telah mengidentifikasi bahwa kenaikan permukaan air laut yang terkait dengan perubahan iklim dapat diprediksi dengan lebih baik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi ilmiah inovatif yang melibatkan kelompok internasional yang terdiri atas 29 pakar lapisan es, dan dipimpin oleh University of Lincoln, Inggris, telah mengidentifikasi bahwa kenaikan permukaan air laut yang terkait dengan perubahan iklim dapat diprediksi dengan lebih baik. Caranya adalah dengan mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang lapisan es Antartika dan Greenland.

Sebagai salah satu masalah paling mendesak saat ini, perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan permukaan air laut yang signifikan. Mencoba memprediksi secara akurat seberapa besar kenaikannya di masa depan, masih memerlukan analisis yang berkelanjutan. Faktor penting dalam proyeksi kenaikan permukaan laut di masa depan adalah pengakuan atas perubahan sifat lapisan es.

Baca Juga

Sebelumnya diperkirakan bahwa lapisan es, simpanan es raksasa di Antartika dan Greenland yang mengunci air laut, yang setara dengan kenaikan 65 meter kenaikan permukaan laut global, relatif statis dan bergerak lambat dalam merespons perubahan iklim. Namun, penelitian ini menggambarkan bahwa gletser-gletser besar ini merespons dengan cara yang jauh lebih cepat dan tak terduga ketika iklim menghangat, dengan cara yang sama seperti frekuensi dan intensitas badai dan gelombang panas yang berubah seiring dengan perubahan iklim.

Pengamatan di darat dan satelit, serta pengembangan model iklim menunjukkan bahwa gelombang panas yang tiba-tiba dan badai besar dapat memberikan efek jangka panjang pada lapisan es. Fluktuasi cuaca ini dapat menyebabkan peristiwa pencairan yang ekstrem, seperti mencairnya lapisan es di Greenland pada Juli 2023, atau menyebabkan lapisan es menghilang dalam waktu semalam, seperti runtuhnya lapisan es di Antartika pada tahun 2022.

Dipublikasikan di jurnal Nature Reviews Earth & Environment, penelitian ini membahas tentang perlunya memonitor rentang waktu jangka pendek dan jangka panjang perubahan perilaku lapisan es, untuk mengurangi ketidakpastian dalam proyeksi kenaikan permukaan laut di masa depan.

Penelitian ini menyoroti bahwa prediksi kenaikan permukaan laut dapat disempurnakan, agar lebih siap dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Massa gletser tunduk pada fluktuasi jangka pendek dan peristiwa ekstrem dalam rentang waktu yang luas, mulai dari hitungan hari hingga ribuan tahun, dan sebagai hasilnya, pengetahuan yang beragam harus dikumpulkan.

Tim ilmuwan interdisipliner internasional yang dipimpin oleh Edward Hanna, Profesor Ilmu Iklim dan Meteorologi di University of Lincoln, melakukan tinjauan terhadap bukti-bukti yang diperoleh dari data observasi, catatan geologi, dan simulasi model komputer.

Aspek yang menonjol dari tinjauan tersebut menunjukkan bahwa fluktuasi iklim jangka pendek dapat memiliki efek "umpan balik" yang menguat. Ini berarti bahwa lapisan es lebih sensitif terhadap perubahan iklim daripada yang dipahami sebelumnya.

"Bagaimana lapisan es raksasa di Antartika dan Greenland merespons perubahan iklim yang sedang berlangsung sangat penting untuk menentukan tingkat kenaikan permukaan laut selama beberapa dekade dan abad mendatang,” kata Edward Hanna, Profesor Ilmu Iklim dan Meteorologi di University of Lincoln.

Hanna menjelaskan bahwa hilangnya massa lapisan es bukanlah respons seragam yang sederhana terhadap pemanasan iklim namun ditandai, misalnya, oleh peristiwa pencairan ekstrem jangka pendek (biasanya beberapa hari). Lalu oleh bencana pecahnya lapisan es di sepanjang pantai yang dapat terjadi dengan cepat, sehingga menghilangkan es dalam jumlah yang jauh lebih besar dari daratan yang lebih jauh.

"Namun, pola, proses, dan dampak variabilitas lapisan es pada rentang waktu yang berbeda, mulai dari hitungan hari hingga ribuan tahun, belum dipahami dengan baik. Kegagalan dalam memperhitungkan variabilitas tersebut pada gilirannya dapat menghasilkan proyeksi yang bias terhadap kehilangan massa lapisan es di masa depan dalam beberapa dekade. Sekarang adalah saatnya untuk bertindakdan memperbaiki proyeksi melalui upaya kolaboratif akan membantu kita membuka jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan,” kata Hanna, dilansir Reuters, Senin (19/2/2024).

Para peneliti menyatakan bahwa kajian ini berfungsi sebagai seruan untuk bertindak, mendesak komunitas ilmiah guna memprioritaskan upaya penelitian yang akan meningkatkan pemahaman tentang variabilitas lapisan es. Sangat penting bagi para ilmuwan, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan untuk berkolaborasi meningkatkan sistem pemantauan iklim dan lautan, menyempurnakan model, serta memastikan bahwa model lapisan es secara akurat merepresentasikan perubahan yang diamati.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement