Selasa 20 Feb 2024 06:01 WIB

Tak Main-main Soal Bertetangga, Begini Islam Mengatur Hal Tersebut

Tetangga harus didoakan agar menjadi orang baik.

Ilustrasi Bertetangga
Foto: Pixabay
Ilustrasi Bertetangga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan bahwa tetangga mempunyai hak yang berhak didapatkan dari seorang Muslim. Tetangga tidak memandang Muslim atau non-Muslim. 

Imam Al-Ghazali dalam Ihya 'Ulumiddin mengatakan Rasulullah Saw memberikan pelajaran tentang hak tetangga yang berhak didapatkan dari seorang Muslim. Rasulullah bersabda, "Ada tiga kelompok tetangga, yaitu (1) tetangga yang mempunyai tiga hak, (2) tetangga yang mempunyai dua hak, dan (3) tetangga yang memiliki satu hak. Tetangga yang mempunyai tiga hak adalah tetangga yang Muslim dan mempunyai hubungan kekerabatan; ia mempunyai satu hak sebagai tetangga, satu hak sebagai kerabat, dan satu hak lagi sebagai Muslim. Kelompok kedua adalah tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu satu hak sebagai Muslim dan satu hak sebagai tetangga (Muslim yang bukan kerabat). Kelompok ketiga hanya mempunyai satu hak, yaitu hak sebagai tetangga (bukan Muslim dan bukan kerabat).

Baca Juga

Al-Ghazali mengatakan untuk menjadi Muslim yang baik, Nabi Muhammad memerintahkan agar berbuat baik kepada tetangga. Rasulullah juga selalu diperintah Malaikat Jibril agar baik kepada tetangga.

Rasulullah Saw bersabda, "Jibril selalu menasihatiku agar memenuhi hak tetangga sedimikian sehingga aku menyangka bahwa tetangga akan menerima hak waris."

Hubungan dengan tetangga, kata Al-Ghazali, menjadi tolak ukur dari keimanan seseorang. Rasulullah Saw bersabda, "Belum beriman seorang hamba apabila tetangganya tidak aman dari kejahatannya."

Bahkan menurut Nabi mereka yang tidak baik kepada tetangganya akan masuk neraka. Meskipun dia selalu berpuasa dan shalat.

Pada suatu hari, seseorang berkata kepada Nabi Saw, "Ada orang yang suka berpuasa sepanjang hari dan shalat sepanjang malam, tetapi sering menyakiti tetangganya." Maka Nabi bersabda, "Dia berada di neraka."

Berbuat baik kepada tetangga sejatinya adalah menjalankan perintah Allah dalam hubungan antar manusia. Sebagaimana firman Allah pada akhir ayat Surah Al-Maidah ayat 2:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Yā ayyuhal-lażīna āmanū lā tuḥillū sya‘ā'irallāhi wa lasy-syahral-ḥarāma wa lal-hadya wa lal-qalā'ida wa lā āmmīnal-baital-ḥarāma yabtagūna faḍlam mir rabbihim wa riḍwānā(n), wa iżā ḥalaltum faṣṭādū, wa lā yajrimannakum syana'ānu qaumin an ṣaddūkum ‘anil- asjidil-ḥarāmi an ta‘tadū, wa ta‘āwanū ‘alal-birri wat-taqwā, wa lā ta‘āwanū ‘alal-iṡmi wal-‘udwān(i), wattaqullāh(a), innallāha syadīdul-‘iqāb(i).

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah,193) jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,194) jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban)195) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda),196) dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!197) Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement