REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran, Dradjad Wibowo, menyampaikan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam pemerintahan presiden selanjutnya. Badan Penerimaan Negara merupakan salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang diusung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. Lembaga itu nantinya akan membawahi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dari sebelumnya berada di bawah Kementerian Keuangan.
"Untuk bisa memulai pembentukannya dalam 100 hari pertama, yang paling cepat adalah jika BPN dibentuk berdasarkan Perppu. Ini juga sebagai wujud pelaksanaan keputusan MK yang menyebutkan BPN itu sebagai open legal policy," ujar Dradjad kepada Republika, Selasa (20/2/2024).
Sebagai program yang harus segera direalisasikan oleh pemerintahan baru, persiapan pun dilakukan sejak dini. Dia menilai, BPK tidak bisa langsung terwujud pada periode awal pemerintahan Prabowo-Gibran karena masih harus menunggu kesiapan peraturan perundang-undangan yang matang.
"Mungkin perlu satu tahunan atau lebih sedikit. Namun, selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan mulai bisa dijalankan," ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam fase tersebut pemerintah akan mematangkan desain kelembagaan dan untuk sementara BPN akan tetap berada dalam bingkai Kemenkeu. Hal ini dinilai lebih efektif secara waktu. Sehingga, ketika peraturan perundang-undangan selesai, maka BPN bisa langsung beroperasi.
Dradjad menekankan, sistem pajak yang sesuai dengan visi misi Prabowo-Gibran akan tetap dilanjutkan. Namun, beberapa butir aturan perpajakan yang eksesif dan tidak kondusif bagi iklim usaha, akan diubah dan diperbaiki.
"Prabowo-Gibran ingin mengembangkan sistem yang efektif, terutama terhadap ekonomi ilegal. Bukan sistem yang eksesif, apalagi ekstortif," ujarnya.
Sementara itu, Dradjad juga menjelaskan mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan judicial review terkait pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Menurut Dradjad, hal itu terkait dengan open legal policy. Sehingga, ungkap Dradjad, pembentukan BPN perlu dilaksanakan melalui proses politik dan pembentukan undang-undang.
Dradjad menyampaikan, UU ini nantinya memiliki basis politik kuat karena Prabowo-Gibran secara resmi menyebut pembentukan BPN dalam visi misi yang diserahkan kepada KPU. Bahkan, hal ini masuk sebagai salah satu dari delapan PHTC. Kemudian, rakyat pun memilih dan memberi mandat kepada Prabowo-Gibran.
"Jadi secara politik, pembentukan BPN itu sdh menjadi perintah rakyat. Legitimasi politik bagi pembentukannya sangat kuat. Singkatnya, BPN itu perintah rakyat," ujar Dradjad.