Kamis 22 Feb 2024 02:25 WIB

BI: Suku Bunga Acuan Mungkin Turun pada Semester 2

Syaratanya, rupiah stabil dan inflasi terkendali.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan kesepakatan perluasan penggunaan Local Currency Transaction (LCT) di sela-sela pertemuan tingkat tinggi antara BI dan BOK di Hotel Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali pada Ahad (10/11/2023).
Foto: Republika/ Rahayu Subekti
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan kesepakatan perluasan penggunaan Local Currency Transaction (LCT) di sela-sela pertemuan tingkat tinggi antara BI dan BOK di Hotel Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali pada Ahad (10/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa rencananya suku bunga acuan atau BI rate akan turun pada semester kedua 2024, jika rupiah cenderung menguat atau setidaknya dapat terus stabil.

"BI rate untuk sementara waktu memang kami akan tetap pertahankan. Harap sabar. Ditanya sabarnya sampai kapan, kami sudah berikan rencananya adalah di semester 2," ujar Perry Warjiyo, di Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Baca Juga

Selain nilai tukar rupiah yang terjaga, ia mengatakan bahwa BI rate hanya akan diturunkan jika inflasi tetap terkendali dan perekonomian masih tumbuh baik. Dia juga menyatakan bahwa suku bunga acuan bank sentral Indonesia itu, juga kemungkinan akan dipangkas jika Fed Fund Rate turun.

Perry menuturkan, BI kini memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada level 6 persen bulan ini demi stabilitas nilai tukar rupiah agar imported inflation tetap terkendali.

"Kenapa imported inflation dan stabilisasi nilai tukar rupiah itu sangat penting? Karena untuk menyikapi faktor risiko global," ujarnya pula.

Ia mengatakan, disrupsi rantai pasok global akibat kondisi geopolitik yang semakin memanas, berisiko menaikkan harga pangan dunia yang tentunya akan berdampak pada harga komoditas tersebut di dalam negeri.

Selain itu, Perry menyatakan bahwa kenaikan harga pangan pun diperparah dengan adanya El Nino, faktor musiman, serta tertundanya musim tanam dan panen di Indonesia. Hal tersebut pun membuat inflasi volatile food kini kembali naik mencapai di atas 7 persen.

"BI, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah kini semakin menggencarkan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, termasuk mengatasi permasalahan-permasalahan jangka pendek mengenai volatile food," kata Perry.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement