Senin 26 Feb 2024 20:52 WIB

Penggunaan Kalender Hijriyah Global Tunggal, Ini Tanggapan Prof Thomas Djamaluddin

Kriteria MABIMS menggunakan rujukan wilayah Asia Tenggara.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Bulan di Tahun Hijriyah
Foto: Dom
Ilustrasi Bulan di Tahun Hijriyah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Persoalan yang sering dihadapi umat Islam adalah perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Karena itu, PP Muhammadiyah serius dalam mengupayakan penggunaan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT). Rencananya kalender global tersebut mulai akan digunakan Muhammadiyah pada tahun depan.

Namun, astronom dan peneliti senior BRIN, Prof Thomas Djamaluddin menilai, KHGT tersebut sulit diterima semua pihak jika mengesampingkan rukyatul hilal, yang mana banyak diamalkan oleh umat Islam di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. 

Baca Juga

"Problem di Indonesia itu kan bagaimana mempertemukan pengamal hisab dan pengamal rukyat. Dan pengamal rukyat di Indonesia dan di Asia Tenggara kan cukup kuat juga. Nah, ketika kriteria kalender itu tidak memperhatikan rukyat yang bersifat lokal, ya sulit diterima," ujar Prof Thomas kepada Republika.co.id, Senin (26/2/2024). 

Dia menuturkan, setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab adanya perbedaan di kalangan umat Islam dalam menentukan awal bulan Hijriyah. Pertama, perbedaan kriteria, yang menyebabkan perbedaan sesama pengamal hisab dan sesama pengamal rukyat.

Kedua, perbedaan zona waktu Indonesia (Asia Tenggara) dan Arab Saudi yang menyebabkan perbedaan Idul Adha dengan Arab Saudi. Di wilayah barat (Arab Saudi dan negara-negara di sebelah baratnya) berpotensi lebih awal melihat hilal karena dengan bertambahnya waktu posisi bulan semakin tinggi.

Selama ini, kata Prof Thomas, perbedaan keputusan Muhammadiyah dengan keputusan pemerintah dan ormas-ormas Islam lainnya karena alasan pertama, yakni perbedaan kriteria Wujudul Hilal (WH) dengan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) MABIMS. Misalnya, perbedaan awal Ramadhan 1445 H mendatang.

"KHGT menggunakan kriteria yang berbeda dengan kriteria MABIMS. Kriteria MABIMS, yakni tinggi bulan minimal 3 derajat, elongasi bulan minimal 6,4 derajat. Sedangkan lriteria KHGT: Tinggi bulan minimal 5 derajat, elongasi bulan minimal 8 derajat," ucap Prof Thomas. 

Dengan penggunaan Kalender Hijriyah Global Tunggal, lanjut dia, maka sumber perbedaan dalam penentuan bulan Hijriyah menjadi bertambah dengan alasan yang kedua, yakni perbedaan zona waktu. 

"Kriteria MABIMS menggunakan rujukan wilayah Asia Tenggara, karena berupaya mencapai titik temu dengan praktik rukyat yang masih kuat diamalkan masyarakat Islam Asia Tenggara. Sedangkan KHGT mendasarkan pemenuhan kriteria di mana pun, karena mengabaikan kepentingan pengamal rukyat," kata Prof Thomas

Dengan penerapan KHGT, tambah dia, potensi perbedaan akan semakin sering. Dengan kriteria Wujudul Hilal, saat posisi bulan di bawah ufuk pasti ada keseragaman awal Ramadhan, Idul Fitri, atau Idul Adha.

"Nanti dengan KHGT, saat bulan masih di bawah ufuk di Indonesia, tetapi di benua Amerika sudah memenuhi kriteria sehingga secara global sudah dianggap masuk tanggal. Itu pasti akan terjadi perbedaan dengan keputusan pemerintah dan ormas-ormas Islam lainnya," jelas Prof Thomas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement