REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis telinga hidung, tenggorok, bedah kepala leher RSUD Pasar Minggu dr. Dionisia Vidya, Sp.THT-KL mengatakan, ingus bercampur darah bisa jadi tanda awal kanker nasofaring dan karenanya disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter agar mendapatkan diagnosis.
"Ingus yang bercampur darah pasti kanker? Jawabannya tidak. Ingus bercampur darah itu kita harus lihat mulai kapan, jumlahnya seberapa banyak. Tetapi kalau sudah curiga, apalagi sudah sering bolak-balik keluar (ingus dengan darah), lebih baik diperiksakan," ujar dia dalam seminar daring terkait kanker di Jakarta, Senin.
Vidya menjelaskan, gejala yang membedakannya dengan mimisan ialah darah tidak keluar tidak sebanyak mimisan sehingga sering terabaikan pasien. Namun, frekuensi keluarnya darah yang dicurigai kanker cenderung sering terjadi.
Nasofaring terletak di bagian belakang rongga hidung bagian dalam dan tersembunyi. Sel tumor pada area itu seperti halnya pada bagian tubuh lain memiliki sifat yang rapuh sehingga mudah berdarah.
"Inilah alasan gejala awal kanker nasofaring, yakni keluarnya ingus bercampur darah," katanya.
Selain itu, gejala dini kanker nasofaring yakni munculnya gangguan pendengaran di satu sisi karena berada dekat dengan tuba eustachius yakni saluran yang menghubungkan bagian tengah dan nasofaring.
Sayangnya, imbuh Vidya, pasien biasanya tidak datang pada gejala dini melainkan saat merasakan gejala lebih lanjut seperti menemukan benjolan di leher.
Selain benjolan, gejala lain kanker nasofaring juga bergantung pada ke bagian organ mana tumor membesar. Apabila ke arah depan atau hidung, maka bisa memunculkan gejala hidung tersumbat.
Sementara, bila melebar ke arah otak, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saraf-saraf kranial (yang menghubungkan otak dengan organ indra) dan paling sering mengenai saraf mata, sehingga pasien mengeluh pandangannya ganda.
"Atau merasa pipi kebas, mulai ada gangguan menelan atau nyeri kepala," ujar Vidya yang pernah menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu.
Untuk mendiagnosis kanker nasofaring dokter biasanya akan melakukan anamnesis atau tanya jawab dengan pasien terkait gejala dini hingga lanjutan, kemudian melakukan pemeriksaan fisik.
"Kalau misalnya dari anamnesis kita sudah mengarah ke arah kanker nasofaring, kita bisa melakukan endoskopi. Jadi, memasukkan kamera untuk melihat kondisi nasofaring," jelas Vidya.
Selanjutnya, pemeriksaan pencitraan seperti tomografi terkomputasi (CT-scan) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI) serta biopsi atau mengambil contoh jaringan yang diduga kanker lalu diperiksa secara histopatologis untuk mengetahui selnya ganas atau tidak.
Kemudian, berbicara angka kasus di Indonesia, menurut dia, kanker nasofaring menempati urutan pertama untuk kategori kanker kepala dan leher dan peringkat keempat dari keseluruhan jenis kanker.