REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo meminta para orang tua agar tidak mengabaikan perilaku kekerasan terhadap anak, sekecil apapun bentuknya.
"Selama ini banyak orang tua maupun pendidik yang tidak menyadari adanya embrio kekerasan. Kita menganggap itu biasa atau dalam konteks bercanda, padahal jika dibiarkan terus-menerus maka tindakan itu akan mengarah ke perundungan, bahkan kekerasan," kata Giwo Rubianto Wiyogo dalam keterangan, di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya menanggapi maraknya kasus perundungan di sekolah maupun di pondok pesantren.
Teranyar, terjadi kasus penganiayaan anak di Pondok Pesantren Hanifiyyah di Dusun Kemayan, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang berujung tewasnya korban.
"Kami sangat prihatin dengan kasus perundungan yang terjadi di sejumlah sekolah dalam beberapa waktu terakhir. Duka cita mendalam kami sampaikan pada keluarga korban. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali," kata Giwo.
Beberapa waktu lalu, juga terjadi kasus perundungan atau kekerasan fisik yang menimpa seorang siswa di salah satu SMA di Serpong, yang diduga dilakukan sejumlah siswa hingga korban mendapatkan perawatan medis di rumah sakit.
Menurut dia, sekecil apa pun tindakan perundungan atau tindak kekerasan, baik fisik maupun psikis tidak boleh dibiarkan.
Pihaknya meminta agar para orang tua, pendidik, sekolah, dan anak diberikan pemahaman mengenai perundungan maupun kekerasan.
Giwo memberi contoh bagaimana seorang anak artis mencubit pipi temannya, tapi hal itu justru dianggap bercanda dan lelucon saja.
Padahal, kata dia, seharusnya anak diberi tahu bahwa hal itu tidak boleh dilakukan karena menyakiti temannya.
"Kita sebagai pendidik, perlu memiliki kesadaran bahwa tindakan yang dilakukan siswa misalnya, bisa mengarah ke perundungan," kata Wakil Presiden International Council of Women (ICW) itu.
Oleh karenanya, Giwo mendorong agar UU Perlindungan Anak, yakni UU Nomor 35 Tahun 2014 perlu terus disosialisasikan.
Para guru juga didorong untuk mendapatkan pemahaman terkait perlindungan anak.
"Bahkan, jika dimungkinkan hal itu dimasukkan ke dalam kurikulum," katanya.
Pihaknya juga meminta pemerintah jangan mengabaikan kasus perundungan.