REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta untuk sebagian. Perkara yang teregister dengan nomor 84/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh PT Aquarius Pustaka Musik, PT Aquarius Musikindo, dan Melly Goeslaw.
"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan pada Kamis (29/2/2024).
Lewat putusan itu, MK mengabulkan diaturnya larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta.
"Menyatakan Pasal 10 UU 28 tahun 2014 yang menyatakan pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'pengelola tempat perdagangan dan/atau platform layanan digital berbasis user generated cotent dilarang membiarkan penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan dan/atau layanan digital yang dikelolanya'," ujar Suhartoyo.
Awalnya, Melly Goeslaw mempermasalahkan Pasal 10 dan Pasal 114 UU Hak Cipta. Bunyi Pasal 10:
"Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya."
Lalu, Pasal 114 berbunyi:
"Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/ atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)."
MK menerangkan dalil pemohon mengenai Pasal 10 UU 28/2014 beralasan berdasarkan hukum. Sedangkan untuk Pasal 114, MK tak sependapat dengan pemohon.
"Terhadap norma Pasal 114 UU 28/2014 telah memberikan kepastian hukum, tidak sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon yang menyatakan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga dalil para Pemohon berkenaan dengan norma Pasal 114 UU 28/2014 adalah tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, permohonan a quo beralasan menurut hukum untuk sebagian," ucap Hakim MK Arief Hidayat.