Sabtu 02 Mar 2024 00:05 WIB

Makanan Sudah Tersaji Lalu Masuk Waktu Sholat, Makan atau Sholat Dulu?

Ada sebuah riwayat hadits yang mengisahkan hal itu, sebagaimana dalam riwayat Aisyah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Hidangan Aceh.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Hidangan Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mungkin sebagian seorang ada yang dihadapkan pada keadaan ketika makanan sudah tersaji di depan mata, lalu datang waktu sholat. Dalam kondisi ini, mana yang harus didahulukan? Apakah sholat terlebih dulu atau makan dulu?

Ada sebuah riwayat hadits yang mengisahkan hal itu, sebagaimana dalam riwayat Aisyah RA.

عن عائِشَة رضي الله عنها مرفوعاً: «لا صلاة بِحَضرَة طَعَام، وَلا وهو يُدَافِعُه الأَخبَثَان».

Diriwayatkan dari Aisyah RA secara marfu, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tidak ada sholat ketika makanan sudah tersaji, dan tidak ada sholat ketika menahan buang air besar atau kecil." (HR. Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya kehadiran hati yang murni hanya untuk melaksanakan sholat. Hadirnya qolbu dalam sholat, yakni sholat yang khusyu, hanya bisa terjadi jika tidak ada kekhawatiran atau kegundahan yang mengganggu kekhusyuan sholat.

Karena itu, seorang Muslim dilarang melaksanakan sholat ketika makanan sudah tersedia atau terhidangkan dan hati sudah tertambat pada makanan tersebut. Hadits ini juga menekankan seorang Muslim tidak boleh melaksanakan sholat ketika ada dalam kondisi menahan buang air besar atau kecil.

Ada hadits lain yang juga menyiratkan pesan yang sama. Berikut hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA:

إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أحَدِكُمْ وأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَابْدَؤُوا بالعَشَاءِ ولَا يَعْجَلْ حتَّى يَفْرُغَ منه وكانَ ابنُ عُمَرَ: يُوضَعُ له الطَّعَامُ، وتُقَامُ الصَّلَاةُ، فلا يَأْتِيهَا حتَّى يَفْرُغَ، وإنَّه لَيَسْمَعُ قِرَاءَةَ الإمَامِ.

Rasulullah SAW bersabda, "Jika telah dihidangkan makan malam, dan waktu sholat sudah datang, maka mulailah makan malam dan jangan tergesa-gesa sampai selesai." Ibnu Umar RA pernah dihidangkan makanan, sedangkan sholat sedang dilaksanakan. Namun, dia tidak mengerjakan sholat sampai dia menyelesaikan makanannya, dan dia benar-benar mendengar bacaan imam. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam kitab Al Minhaj Syarah Shahih Muslim, Ulama Imam An-Nawawi menyampaikan:

في هذه الأحاديث كراهة الصلاة بحضرة الطعام الذي يريد أكله؛ لما فيه من اشتغال القلب به وذهاب كمال الخشوع، وكراهتها مع مدافعة الأخبثين، وهما البول والغائط، ويلحق بهذا ما كان في معناه مما يشغل القلب ويذهب كمال الخشوع.

"Terkait hadits-hadits tersebut, makruh hukumnya apabila melaksanakan sholat ketika sudah tersaji makanan yang diiinginkan. Sebab, makanan yang terhidangkan itu dapat mengganggu hati dan merusak kekhusyuan sholat. Termasuk juga, makruh hukumnya melaksanakan sholat ketika menahan dua hal yang paling kotor, yakni buang air kecil dan buang air besar. Hati dapat tersibukkan olehnya, dan kesempurnaan khusyu pun menjadi hilang."

Sumber: Hadeethnc

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement