REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap manusia yang dicipatakan oleh Allah SWT memiliki hawa nafsu. Bagi setiap muslim yang beriman dapat mengendalikan hawa nafsu akan menjauhkannya dari kerugian bagi setiap manusia itu sendiri dan memahami arti hawa nafsu itu sendiri. Karena hawa nafsu dapat membawa manusia kepada hal – hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Hawa nafsu dapat mengarahkan manusia kepada kenikmatan duniawi. Karena hawa nafsu sendiri berasal dari dunia (tanah). Hawa nafsu tidak dapat dipisahkan dari dunia. Ia akan memberontak ketika diberi beban oleh Allah SWT, seperti bumi yang sering diberontak ketika dibebani makhluk yang tinggal diatasnya.
“Untuk menenangkan bumi, Allah Swt. menciptakan gunung sebagai pasaknya. Demikian juga jiwa. Kala bergejolak, ia bisa ditenangkan dengan makrifat. Setiap kali makrifat meningkat dan semakin berat mengisi hati, jiwa semakin tenang. Karena itulah ada yang mengungkapkan, iman lebih mengukuhkan hati ketimbang gunung mengokohkan bumi,” dikutip dari buku karya Al-Hakim Al-Tarmidzi yang berjudul, Buku Saku Olah Jiwa, Jumat (01/03/2024).
Dalam buku tersebut dijelaskan, bahwa hawa nafus adalah inti jiwa dari Nabi Adam a.s karena diciptakan dari tanah. Maka, hawa nafsu menjadi salah satu elemen yang terkandung dalam tanah. Karena itu semua elemen tanah terbentuk dan tertanam dalam setiap jiwa manusia. Hawa nafsu juga merupakan makanan jiwa yang bergerak sesuai dengan gerakan jiwa
Cara untuk berjuang melawan hawa nafsu Allah SWT telah berfirman pada Surat Yusuf ayat 53,
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Kebanyakan manusia tidak mampu mengendalikan nafsunya dengan adil, tidak bisa bersikap tengah-tengah antara berlebih-lebihan dan menelantarkan hawa nafsu. Sering terjadi pada seseorang yang mengikuti nafsu, syahwat dan amarahnya. Karena itulah nafsu sering disebutkan dalam konteks yang tercela.