REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini berencana untuk menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mengungkapkan jika kebijakan cukai tersebut diterapkan maka akan ada sejumlah konsekuensi, salah satunya kenaikan harga.
"Kalau ini diterapkan, konsekuensinya, ujung-ujungnya beban tambahan industri dan terpaksa menaikan harga," kata Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo di Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Dia menjelaskan, jika terjadi kenaikan harga, hal tersebut akan berdampak kepada daya beli masyarakat. Menurutnya, hal tersebut akan membuat masyarakat tidak membeli minuman berpemanis dalam kemasan.
"Nah, kalau kemahalan lalu tidak mau membeli jadi dampaknya kinerja turun," ucap Triyono.
Di sisi lain, Triyono tidak yakin kebijakan tersebut akan sesuai dengan tujuan pemerintah. Khususnya dalam menghadapi persoalan kesehatan yang berkaitan dengan diabetes dan obesitas.
"Apakah tujuannya tercapai? Kalau asupan gula itu di mana-mana tidak hanya dari minuman siap saji," tutur Triyono.
Jika memang tujuannya kesehatan, dia menegaskan, pemerintah bisa mengatasinya secara lebih komprehensif. Beberapa di antaranya dengan memastikan faktor pasti yang menyebabkan meningkatnya kasus diabetes dan obesitas.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024. Target pendapatan minuman bergula dalam kemasan diperkirakan akan mencapai Rp 3,08 triliun.
Penerapan cukai tersebut telah dimuat ke dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024. Selain itu juga, penerapan aturan cukai minuman manis ini untuk mencegah dampak buruk gula terhadap masyarakat.