Kamis 14 Mar 2024 09:13 WIB

Catatan PSU Kuala Lumpur, Sempat Terjadi Gangguan Keamanan

Salah satu sebabnya, adalah terdapat ketidakpuasan pemilih dengan layanan KPPSLN.

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri metode Kotak Suara Keliling menunjukkan amplop tersegel dalam rekapitulasi perhitungan hasil pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (11/3/2024). Komisi Pemilihan Umum melaksanakan rekapitulasi hasil PSU Pemilu 2024 dengan daftar pemilih tetap luar negeri untuk PSU di Kuala Lumpur mencapai 62.217 orang yang terdiri dari 42.372 orang pemilih TPSLN dan 19.845 orang pemilih kotak suara keliling.
Foto: ANTARA FOTO/Virna Puspa Setyorini
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri metode Kotak Suara Keliling menunjukkan amplop tersegel dalam rekapitulasi perhitungan hasil pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (11/3/2024). Komisi Pemilihan Umum melaksanakan rekapitulasi hasil PSU Pemilu 2024 dengan daftar pemilih tetap luar negeri untuk PSU di Kuala Lumpur mencapai 62.217 orang yang terdiri dari 42.372 orang pemilih TPSLN dan 19.845 orang pemilih kotak suara keliling.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Puadi menyebut salah satu catatan dalam metode Kotak Suara Keliling (KSK) saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, adalah terjadinya gangguan keamanan. Puadi menjelaskan, salah satu faktor area KSK menjadi wilayah yang rentan terhadap gangguan keamanan, karena terdapat ketidakpuasan pemilih dengan layanan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).

"Adanya gangguan keamanan akibat pemilih yang tidak masuk sebagai DPT (Daftar Pemilih Tetap) KSK membuat provokasi, protes, hingga melakukan intimidasi kepada KPPS KSK maupun pengawas KSK karena menuntut hak pilih tanpa harus menunggu," kata Puadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, (12/3/2024).

Baca Juga

Puadi menyebut, beberapa contoh lokasi KSK yang terdapat gangguan keamanan adalah KSK 020, 102, dan 103. Selain itu, Puadi menjelaskan terdapat intimidasi dari pemilih yang mengarahkan pemilih lainnya untuk memilih salah satu kandidat di area KSK hingga mengganggu keamanan, seperti yang terjadi di KSK 039.

Catatan Berikutnya, Puadi mengatakan bahwa tidak seragamnya waktu pembukaan antar-KSK dikarenakan beberapa faktor, di antaranya logistik terlambat sampai, kendala perizinan, titik koordinat tidak sesuai, serta kejadian-kejadian lainnya.

Menurut Puadi, KSK yang mengalami kendala perizinan adalah KSK 010 dan 106. Sementara itu, terdapat 33 KSK yang mengalami kendala logistik terlambat sampai. "KSK yang mengalami kendala logistik terlambat sampai di antaranya KSK 068, 078, 067, 084, 081, 079, 060, 099, 011, 017, 041, 038, 031, 002, 020, 092, 041, 037, 024, 043, 023, 017, 030, 039, 051, 015, 063, 022, 084, 080, 107, 089, dan 104," ujarnya.

Puadi menjelaskan ketidakseragaman pembukaan KSK berdampak kepada ketidakpastian pelayanan memilih oleh pemilih, serta penurunan partisipasi pemilih PSU. Ia lantas menyebut catatan berikutnya adalah terdapat pemilih yang memilih tidak sesuai dengan DPT lokasi KSK.

"Indikasi adanya kejadian tersebut, yaitu DPT yang menggunakan hak pilih sesuai dengan lokasi KSK berada pada angka yang kecil dibandingkan dengan jumlah Daftar Pemilih Khusus (DPK)," katanya.

Puadi mengatakan, kejadian tersebut hampir terjadi di seluruh KSK, sehingga berimplikasi pada volume antrean pemilih DPK yang sangat banyak. Sementara itu, lanjut dia, DPK baru dapat dilayani satu jam sebelum KSK ditutup. "Kerawanan dari adanya kejadian pemilih yang memilih tidak sesuai dengan DPT lokasi KSK yaitu pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali," tuturnya.

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa catatan selanjutnya adalah terdapat KSK yang menutup pemungutan suara lebih awal dari pada waktu yang telah ditentukan, yakni sebelum pukul 18.00 waktu setempat karena sepi pemilih seperti KSK 035 dan 095.

"Implikasi dari pemungutan suara ditutup lebih awal yaitu berpotensi menghilangkan kesempatan pemilih untuk menggunakan hak pilih," katanya. Terakhir, ia menyebut terdapat saksi yang mengenakan atribut peserta pemilu seperti terjadi di KSK 103.

"Implikasi dari adanya kejadian tersebut adalah memprovokasi pemilih dan menimbulkan kegaduhan saat pemungutan berlangsung," ujar Puadi. Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyelenggarakan PSU Kuala Lumpur pada Ahad (10/3/2024) dengan dua metode, yakni KSK dan TPS (Tempat Pemungutan Suara).

KPU RI menetapkan DPT Luar Negeri (DPTLN) untuk PSU di Kuala Lumpur mencapai 62.217 orang yang terdiri dari 42.372 orang pemilih TPSLN dan 19.845 orang pemilih KSK. Angka itu diperoleh dari total pemilih yang hadir di Kuala Lumpur lewat tiga metode pemungutan suara sebelumnya, baik yang tercatat pada daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK).

Total pemilih untuk tiga metode yang tercatat dalam DPT, DPTb, dan DPK mencapai 78 ribu. Angka 78 ribu itu menjadi basis data untuk pemutakhiran dengan tiga kategori, yakni validitas alamat, analisis kegandaan, dan validitas nomor induk kependudukan (NIK) maupun nomor paspor.

Bawaslu merekomendasikan PSU untuk di Kuala Lumpur setelah menyatakan telah menemukan pelanggaran administratif dalam pelaksanaan Pemilu 2024 oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur. Seturut Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung mulai 15 Februari sampai dengan 20 Maret 2024.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement