REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ingin mempunyai wewenang untuk mengecek kesehatan perusahaan asuransi sebelum mengikuti Program Penjaminan Polis (PPP).
"Kami sudah mengusulkan agar LPS mempunyai wewenang untuk melakukan cek setahun sebelum Program Penjaminan Polis berjalan," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Purbaya menuturkan pengecekan tersebut menjadi penting untuk menghindari perusahaan-perusahaan asuransi yang bermasalah di tahun-tahun pertama penerapan PPP dan memastikan PPP berjalan dengan baik. Sehingga kredibilitas terhadap program tersebut juga tumbuh.
"Jangan sampai tahun pertama tahu-tahu ada beberapa perusahaan asuransi jatuh, sehingga membuat kredibilitas Program Penjaminan Polis ini menjadi hilang," ujarnya.
LPS mulai menerapkan Program Penjaminan Polis (PPP) Asuransi pada 12 Januari 2028. Saat ini, LPS masih mempersiapkan program tersebut termasuk ketentuan peraturan terkait.
Seluruh ketentuan peraturan mengenai PPP termasuk ketentuan terkait kesehatan perusahaan asuransi mulai berlaku paling lambat pada 12 Januari 2025 atau dua tahun setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ditetapkan.
Ketentuan persyaratan tingkat kesehatan tertentu bagi perusahaan asuransi saat ini sedang disiapkan LPS, antara lain meliputi rasio RBC, tingkat kesehatan komposit, status pengawasan, dan tidak dalam sanksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dengan wewenang itu, Purbaya akan melakukan pengecekan acak terhadap sejumlah perusahaan asuransi. Jika ditemukan perbedaan yang signifikan, pihaknya akan memeriksa kesehatan semua perusahaan asuransi yang akan mengikuti PPP sesuai dengan ketentuan peraturan LPS.
"Nanti kami akan menetapkan mana kriteria-kriteria yang bisa masuk, tentunya koordinasi tetap dengan Otoritas Jasa Keuangan. Tapi tetap saja saya harus hati-hati karena yang bayar kan saya nanti," ujarnya.