Kamis 04 Apr 2024 22:54 WIB

Ahli Prabowo-Gibran: Kalau Bansos Berpengaruh, tak Mungkin Anies Kalahkan Ahok

Bansos sebelumnya disebut memengaruhi keputusan pemilih.

Rep: Febryan A/ Red: Muhammad Hafil
Hotman Paris Hutapea, Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, OC Kaligis dan sejumlah advokat lainnya yang tergabung dalam Tim Pembela Prabowo-Gibran konferensi pers di sela-sela sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).
Foto: Republika/Febryan A
Hotman Paris Hutapea, Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, OC Kaligis dan sejumlah advokat lainnya yang tergabung dalam Tim Pembela Prabowo-Gibran konferensi pers di sela-sela sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pendiri lembaga survei Cyrus Network, Hasan Nasbi, membantah kesimpulan gurunya yang menyatakan bantuan sosial (bansos) memengaruhi preferensi politik pemilih. Menurut dia, pengaruh bansos sangat kecil.

Hal itu disampaikan Hasan dalam kapasitasnya sebagai saksi pasangan Prabowo-Gibran dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).

Baca Juga

Hasan mengawali paparannya dengan menyoroti penjelasan gurunya yang menjadi ahli pasangan Ganjar-Mahfud, yakni Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk. Hamdi sebelumnya menyimpulkan bahwa bansos yang disalurkan presiden pejawat (incumbent) berkontribusi 29 persen terhadap perilaku memilih masyarakat sehingga memperbesar tingkat keterpilihannya. Dalam konteks Pilpres 2024, bansos yang disalurkan Jokowi berpengaruh terhadap kemenangan kandidat setengah pejawat Prabowo-Gibran

Kesimpulan itu diambil setelah Hamdi melakukan analisis terhadap 10 hasil riset level Scopus terkait bansos dan perilaku memilih. Menurut Hasan, hasil analisis itu dibaca dengan cara yang salah. Angka 29 persen itu sebenarnya merupakan koefisien korelasi atau hubungan bansos dengan preferensi politik pemilih, bukan pengaruh bansos terhadap preferensi politik pemilih.

Dengan mengacu ke hasil analisis Hamdi itu, Hasan menyimpulkan bahwa pengaruh bansos terhadap pilihan politik masyarakat adalah 29 persen pangkat dua yang berarti 8 persen. Artinya, pengaruh bansos sangat kecil. "Jadi dari 100 bansos, pengaruhnya 8 persen. Kalau nyebar bansos (kepada 100 orang), kira-kira pengaruhnya ke delapan orang," ujar Hasan.

Lebih lanjut, Hasan menyebut berdasarkan pengalamannya sebagai periset statistik selama 18 tahun terakhir, dirinya menemukan bahwa bansos memang tak berpengaruh terhadap keterpilihan calon pejawat. Kalau bansos berpengaruh terhadap tingkat keterpilihan, ujar dia, tidak mungkin Jokowi bisa mengalahkan Fauzi Bowo yang merupakan Gubernur DKI Jakarta pejawat dalam Pilgub DKI 2012.

Pasalnya, ujar dia, saat pilkada level provinsi dan kabupaten/kota biasanya calon pejawat juga menyebarkan bansos secara masif. Namun, itu tak berpengaruh.

Jika penyaluran bansos berpengaruh, lanjut dia, tak mungkin pula Ganjar Pranowo sebagai penantang bisa mengalahkan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dalam Pilgub Jawa Tengah 2013. Begitu pula Khofifah Indar Parawansa yang bisa mengalahkan calon pejawat Saifullah Yusuf dalam Pilgub Jawa Timur 2018.

"Kalau ada hubungan antara bansos dengan keterpilihan, Anies tidak bisa menang lawan Ahok," kata Hasan merujuk pada Pilgub DKI 2017 ketika Anies sebagai penantang berhasil mengalahkan Ahok yang merupakan gubernur pejawat. 

Hasan menjelaskan, kemenangan calon pejawat biasanya bukan karena bansos, tapi karena dia dianggap lebih baik daripada penantang. "Kalau calon lawannya dianggap lebih baik, mau kasih bansos berapa pun petahana akan kalah," ujarnya.

Paparan Hasan itu disampaikan untuk mematahkan dalil kubu Ganjar-Mahfud bahwa Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) karena Presiden Jokowi menyalurkan bansos jelang hari pencoblosan untuk kepentingan pemenangan anaknya, Gibran yang merupakan cawapres pendamping Prabowo. "Dalam konteks kebijakan, Presiden Jokowi melakukan abuse of power dengan cara mempolitisasi bantuan sosial ...," kata Ganjar-Mahfud dalam berkas gugatannya halaman 50.

Dengan dalil tersebut, kubu Ganjar-Mahfud menuntut MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement