REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2023 menjadi saksi serangkaian peristiwa cuaca dan iklim ekstrem yang tidak pernah terjadi sebelumnya di berbagai belahan dunia. Hal itu telah memicu perhatian dan kekhawatiran di kalangan ilmuwan dan masyarakat internasional.
Gelombang panas, curah hujan deras, peralihan ekstrem dari kekeringan menjadi banjir, kebakaran hutan, dan badai pasir menjadi pemandangan yang umum. Hal itu menimbulkan dampak yang signifikan pada lingkungan dan masyarakat.
Para ilmuwan dari berbagai institusi penelitian, termasuk Institut Fisika Atmosfer Akademi Sains Tiongkok, Kantor Met di Inggris, Sorbonne Université di Prancis, Institut Meteorologi Max Planck di Jerman, Instituto Argentino de Nivología, Glaciología Y Ciencias Ambientales di Argentina, dan Tiongkok Institut Topan Shanghai milik Administrasi Meteorologi, telah meninjau ulang peristiwa-peristiwa ini dalam konteks masa lalu dan masa depan. Laporan yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Kemajuan dalam Ilmu Atmosfer telah memberikan informasi yang berharga tentang kompleksitas dan dampak perubahan iklim global.
Fitur-fitur yang mencolok dalam analisis mereka termasuk peningkatan suhu ekstrem di berbagai wilayah dunia, seperti pada Juli, dan meningkatnya frekuensi angin topan yang memperburuk curah hujan ekstrem di beberapa lokasi, seperti Tiongkok Utara dan Libya. Selain itu, kekeringan yang berkepanjangan di California dan Horn of Afrika berubah menjadi banjir, sementara kebakaran hutan di Hawaii dan Kanada menimbulkan kerusakan yang luas dan mengancam upaya mitigasi perubahan iklim di masa depan.
Penulis utama laporan tersebut, Wenxia Zhang mengatakan bahwa banyak peristiwa cuaca ekstrem tahun 2023 sesuai dengan proyeksi perubahan iklim di masa depan, yang menyoroti tantangan yang akan dihadapi manusia. Namun, masih banyak yang harus dipelajari tentang potensi dampak yang lebih luas dari peristiwa-peristiwa ini.
“Sementara beberapa di antaranya mengejutkan, menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dipelajari tentang potensi yang akan terjadi,” kata ilmuan Zhang, dilansir Phys.org, Kamis (18/4/2024).
Ilmuan dari Met Office di Inggris, Robin Clark, yang juga merupakan salah satu penulis laporan, menyoroti pentingnya memahami transisi antara kekeringan dan banjir, serta perlunya sistem peringatan dini yang efektif untuk menghadapi ancaman masa depan.
“Gelombang panas, misalnya, muncul pada musim semi 2023 di Eropa barat daya, Brasil, Maroko, dan Afrika Selatan,” ujar Clark.
Inisiatif PBB 'Peringatan Dini untuk Semua' yang bertujuan untuk memberikan peringatan dini di seluruh dunia pada 2027 dianggap sebagai langkah penting dalam menghadapi tantangan iklim di masa mendatang. Rekan penulis lainnya, Chao Li menekankan bahwa sistem peringatan yang baik akan menjadi kunci untuk membantu dunia mengatasi tantangan yang akan datang.