REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Ibu Kota Uni Emirat Arab Dubai dilanda banjir besar usai curah hujan tinggi melanda Selasa (16/4/2024) lalu. Banjir parah melumpuhkan aktivitas di mana sekolah-sekolah ditutup, penerbangan ditangguhkan dan masyarakatnya bekerja dari rumah.
Kantor berita Pemerintah UEA, WAM melaporkan curah hujan lebih dari 14 cm (5,6 inci) membasahi Dubai. Ini menjadi curah hujan terberat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1949 di negara tersebut.
Beberapa orang menilai hujan lebat yang terjadi disebabkan oleh praktik yang dilakukan manusia yang dikenal sebagai penyemaian awan atau cloud seeding. Cloud seeding merupakan metode penciptaan awan dengan menambahkan zat pengikat seperti garam ke atmosfer. Ini akan membentuk awan baru yang dapat menurunkan hujan.
UEA, yang terletak di salah satu wilayah terpanas dan terkering di Bumi, telah memimpin upaya untuk menciptakan awan seperti itu demi meningkatkan curah hujan. Setelah hujan lebat, beberapa laporan mengutip ahli meteorologi di Pusat Meteorologi Nasional mengatakan mereka melakukan enam atau tujuh penerbangan penyemaian awan sebelum hujan turun.
Data pelacakan penerbangan menunjukkan bahwa satu pesawat yang terkait dengan upaya penyemaian awan UEA terbang keliling negara itu Ahad pekan lalu. Namun, badan meteorologi mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa tidak ada kegiatan seperti itu sebelum badai terjadi.
Sejumlah ahli mengatakan kecil kemungkinan hujan lebat disebabkan oleh penyemaian awan. Produser cuaca Sky News, Chris England juga meragukan penyemaian awan berkontribusi terhadap hujan lebat di Dubai. Sebab, bukti-bukti yang ada masih sedikit.
"Beberapa penelitian mengindikasikan perubahan iklim akan menyebabkan peningkatan curah hujan di wilayah tersebut," ujarnya dikutip laman Sky News, Kamis (18/4/2024).
Dosen senior ilmu iklim di Imperial College London, Friederike Otto juga menilai tidak ada hubungannya penyemaian awan dengan penyebab curah hujan tinggi. Penyemaian awan, kata dia, tidak dapat menciptakan awan dari ketiadaan. Hal ini mendorong air yang sudah ada di langit mengembun lebih cepat dan menjatuhkan air di tempat-tempat tertentu. Jadi pertama-tama, yang dibutuhkan adalah kelembaban.
"Tanpa itu, tidak akan ada awan. Namun curah hujan menjadi lebih deras di seluruh dunia karena iklim menghangat karena atmosfer yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak kelembaban," ujanya.
Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan badai di Dubai?
Ahli meteorologi di Universitas Reading yang telah mempelajari pola curah hujan di wilayah Teluk, profesor Maarten Ambaum mengatakan, UEA mengalami periode tanpa hujan yang lama dan kemudian curah hujan deras yang tidak teratur terjadi. Menurut dia, badai ini tampaknya merupakan hasil dari sistem konvektif skala meso atau serangkaian badai petir berukuran sedang yang disebabkan oleh awan petir besar, dan terbentuk saat panas menarik uap air ke atmosfer.
"Hal ini dapat menimbulkan hujan dalam jumlah besar, dan ketika terjadi terjadi di wilayah yang luas dan terjadi secara berturut-turut, dapat menyebabkan hujan lebat yang serius dan dapat dengan cepat menyebabkan banjir air permukaan, seperti yang telah kita lihat di tempat-tempat seperti bandara Dubai," jelas dia.
Sementara itu, para ilmuwan iklim mengatakan bahwa kenaikan suhu global, yang disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia, menyebabkan terjadinya cuaca yang lebih ekstrem di seluruh dunia, termasuk curah hujan yang tinggi.
Peramal senior di Pusat Meteorologi Nasional UEA, Esraa Alnaqbi menduga perubahan iklim kemungkinan besar berkontribusi terhadap badai tersebut. Dia mengatakan hujan lebat di Dubai terjadi setelah sistem tekanan rendah di bagian atas atmosfer dan tekanan rendah di permukaan menjadi landasan yang menyebabkan hujan.
"Tekanan tersebut diperparah oleh kontras antara suhu yang lebih hangat di permukaan tanah dan suhu yang lebih dingin di tempat yang lebih tinggi sehingga menciptakan kondisi terjadinya badai petir yang dahsyat," katanya.