REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan, tidak akan terjadi kebuntuan atau deadlock dalam proses penentuan putusan atas perkara sengketa hasil Pilpres 2024, meski hakim yang terlibat berjumlah genap. Pasalnya, terdapat mekanisme berlapis yang sudah dipersiapkan untuk memastikan kebuntuan tidak terjadi.
"Tidak ada cerita deadlock dalam pengambilan keputusan di lembaga pengadilan. Kacau kalau deadlock itu, gak bisa memberikan kepastian," kata Fajar kepada wartawan di Gedung MK, Kamis (18/4/2024).
Sidang sengketa Pilpres 2024 hanya ditangani oleh delapan hakim karena satu hakim lagi, yakni Anwar Usman tidak boleh terlibat lantaran ada konflik kepentingan dengan cawapres Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakannya. Delapan hakim itu kini tengah menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menentukan putusan, yang akan disampaikan dalam sidang pembacaan putusan pada Senin (22/4/2024).
Fajar menjelaskan, mekanisme pengambilan keputusan mengacu kepada Pasal 45 UU MK. Pengambilan keputusan akan diawali dengan cara musyawarah. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka rapat penentuan putusan ditunda terlebih dahulu.
"Kalau tidak tercapai, sudah, cooling down dulu, itu kata undang-undang. Diendapkan dulu, bisa ditunda nanti sore atau besok, tunda dulu (rapat penentuan keputusan)," ujarnya.
Kemudian, digelar rapat kembali dengan tetap menggunakan metode musyawarah. Apabila tetap tak tercapai kata sepakat, maka keputusan ditentukan dengan cara voting atau pemungutan suara setiap hakim. Keputusan yang disetujui oleh mayoritas hakim akan menjadi keputusan resmi majelis hakim.
"Diputus dengan suara terbanyak. Suara terbanyak itu berarti kalau 8 hakim, bisa jadi komposisinya 5:3, 6:2 atau 7:1 atau akhirnya bisa jadi 8 bulat," kata Fajar.
Seandainya perolehan suara berimbang, yakni empat hakim memilih opsi keputusan A dan empat hakim lainnya memilih opsi keputusan B, maka posisi ketua sidang pleno akan jadi penentu. Jika ketua sidang pleno menjadi salah satu dari empat hakim yang memilih opsi A, maka opsi tersebut lah yang menjadi keputusan akhir MK.
"Di pasal 45 UU MK Ayat 8 itu dikatakan kalau dalam hal suara terbanyak tidak bisa diambil keputusan, katakanlah imbang 4:4, maka di mana suara ketua sidang pleno itulah keputusan MK," kata Fajar. Ketua sidang pleno penentuan keputusan perkara sengketa hasil Pilpres 2024 adalah Ketua MK Suhartoyo.
Pemohon sengketa hasil Pilpres 2024 ini adalah pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Kedua pasangan itu sama-sama meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak). Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.
Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi demi memenangkan Prabowo-Gibran.