Jumat 19 Apr 2024 11:12 WIB

Dirjen IRENA: EBT Bawa Ketahanan Lebih Besar untuk Energi Global

Teknologi adalah kunci atau inti dari energi baru, bukan lagi bahan bakar.

Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (15/2/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (15/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Pengembangan energi terbarukan (EBT) membawa transformasi besar untuk sistem energi global. Karena EBT akan memperkuat ketahanan melalui desentralisasi dan optimalisasi sumber-sumber domestik, kata Direktur Jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA).

"Energi terbarukan akan membawa ketahanan yang lebih besar melalui desentralisasi dan ketergantungan yang lebih besar pada sumber-sumber domestik," kata Dirjen IRENA Fransesco La Camera dalam peluncuran laporan Geopolitics of the Energy Transition: Energy Security atau Geopolitik dalam Transisi Energi: Keamanan Energi di Sidang Majelis Umum ke-14 IRENA Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), kemarin.

Baca Juga

Menurut La Camera, sangat penting bagi berbagai pihak untuk membentuk faktor ketahanan energi ini dengan kebijakan dan investasi yang memiliki pandangan jauh ke depan. Ia menilai diperlukan pendekatan yang holistik untuk pengembangan energi terbarukan dari mulai modernisasi strategi hingga diplomasi.

Pengembangan energi terbarukan juga memperlihatkan bahwa strategi keamanan energi kini harus mencakup integrasi dari penyelesaian masalah lingkungan, tren ekonomi, dan dampak sosial.

IRENA dalam laporan itu menekankan teknologi adalah kunci atau inti dari energi baru, bukan lagi bahan bakar. Berdasarkan World Energy Transition Outlook atau Outlook Transisi Energi Dunia yang dikeluarkan IRENA sebelumnya, energi terbarukan akan mencakup tiga perempat dari bauran energi global pada 2050.

Listrik akan menjadi energi utama dengan memenuhi lebih dari 50 persen konsumsi pada 2050. Sistem berbasis energi terbarukan ditandai dengan tingginya elektrifikasi dan efisiensi, dilengkapi dengan hidrogen hijau dan biomassa berkelanjutan.

Dari perkiraan IRENA, dibutuhkan 11 terawatt atau 11.000 gigawatt kapasitas energi terbarukan terpasang pada 2030. Untuk mencapai itu, perlu peningkatan energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat dan efisiensi energi sebesar dua kali lipat yang juga ditegaskan dalam KTT Iklim COP 28 di Dubai, November 2023 lalu.

Hal itu disebut untuk menjaga skenario peningkatan suhu bumi tidak tidak melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius sebagaimana Perjanjian Paris.

"Akibatnya, pergeseran geopolitik besar akan sangat mempengaruhi dinamika perdagangan energi, mengubah ketergantungan internasional, dan membentuk kembali lanskap geopolitik. Perdagangan listrik lintas batas akan semakin menonjol, sehingga mendorong untuk saling menguntungkan, berbeda dengan ketergantungan asimetris pada sektor minyak dan gas," menurut laporan IRENA.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement