Senin 22 Apr 2024 15:55 WIB

Dissenting Opinion Arief Hidayat: Pemerintahan Jokowi Lakukan Pelanggaran TSM di Pilpres

Menurut Arief, Presiden Jokowi melakukan cawe-cawe demi memenangkan Prabowo-Gibran.

Rep: Febryan A, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Suasana Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat memimpin rapat sidang putusan gugatan perselisihan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 di Jakarta, Senin (22/4/2024)
Foto: Republika/Prayogi
Suasana Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat memimpin rapat sidang putusan gugatan perselisihan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 di Jakarta, Senin (22/4/2024)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Konstitusi Arief Hidayat punya pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Anies-Muhaimin dalam perkara sengketa hasil Pilpres 2024. Arief menilai, Pemerintahan Jokowi telah melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) untuk memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Arief awalnya menjelaskan bahwa setiap lembaga negara harus tunduk pada prinsip konstitusionalisme yang ditentukan dalam konstitusi dan dipagari oleh prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi antarcabang kekuasaan negara. Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan setiap tindakan, prosedur, dan keputusan bisa sejalan dengan hukum.

Baca Juga

“Tak boleh ada peluang sedikitpun bagi cabang kekuasaan tertentu untuk cawe-cawe dan memihak dalam proses Pemilu Serentak 2024. Sebab, ia dibatasi oleh paham konstitusionalisme dan dipagari oleh rambu-rambu hukum positif, moral, dan etika,” kata Arief dalam sidang pembacaan putusan di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Nyatanya, kata Arief, Presiden Jokowi malah melakukan cawe-cawe demi memenangkan Prabowo-Gibran. Jokowi melakukan hal itu dengan menggunakan struktur politik kementerian dan lembaga negara dari tingkat pusat hingga daerah. 

"Pemerintahan Presiden Jokowi dengan dengan segenap struktur politik kementerian dan lembaga dari tingkat pusat hingga level daerah telah bertindak partisan dan memihak calon pasangan tertentu," ujarnya.

Menurut dia, tindakan Jokowi dan jajarannya itu telah mencederai sistem keadilan pemilu yang termuat dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. "Pada titik inilah Pemerintah telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis," ujar Arief.

Selain Arief, ada Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih yang punya pendapat berbeda. Adapun lima hakim lainnya atau mayoritas hakim konstitusi menilai bahwa permohonan Anies-Muhaimin tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

"Dalam pokok permohonan: Menolak permohonan Pemohon (Anies-Muhaimin) untuk seluruhnya" kata Ketua Majelis Hakim sekaligus Ketua MK, Suhartoyo.

Anies-Muhaimin dalam pokok permohonannya meminta membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak). Anies-Muhaimin juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024.

Selain itu, mereka meminta MK memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran. Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Presiden Jokowi melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) seperti penyalahgunaan bansos demi memenangkan Prabowo-Gibran.

photo
Prabowo-Gibran menang di semua provinsi di Pulau Jawa. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement