REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sedikitnya 350 tenaga kesehatan telah terbunuh dan 520 lainnya terluka di Jalur Gaza sejak agresi Israel ke daerah tersebut pada 7 Oktober 2023, demikian menurut Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kami mengetahui bahwa sekitar 520 tenaga medis terluka, serta 350 pekerja medis termasuk tenaga kesehatan lainnya meninggal," ucap Pelapor Khusus PBB untuk hak kesehatan Tlaleng Mofokeng dalam konferensi pers pada Senin (22/4/2024).
Ia menyatakan, jumlah korban meninggal tersebut tidak termasuk sejumlah remaja Gaza yang berinisiatif membantu tenaga kesehatan di berbagai rumah sakit sejak jumlah korban tewas dan cedera akibat serangan Israel meningkat drastis.
Hal tersebut, kata dia, adalah karena para remaja tersebut tidak terdaftar secara resmi sebagai tenaga kesehatan. Selain itu, Mofokeng mengatakan akibat agresi Israel, infrastruktur dan sistem kesehatan di Jalur Gaza luluh lantak dan hak rakyat Palestina untuk sehat tidak dapat dijamin sama sekali.
"Serangan, penganiayaan, pembunuhan tenaga kesehatan, termasuk banyak kolega saya sendiri, penghancuran fasilitas kesehatan, dan pemusnahan organisasi penyedia bantuan kemanusiaan terus membubung tinggi hingga pada tingkat yang tak terkira," kata pelapor khusus PBB itu.
Israel melancarkan agresi ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 sebagai balasan atas serangan Hamas ke teritorinya yang disebut menewaskan 1,200 orang. Mereka mengklaim agresi darat tersebut adalah untuk mengalahkan Hamas dan menyelamatkan sandera.
Gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas sempat tercapai pada 24 November 2023 atas prakarsa Qatar sebagai mediator. Hal tersebut memungkinkan dilakukannya pertukaran tahanan dan sandera serta penghantaran bantuan kemanusiaan yang amat dibutuhkan ke Jalur Gaza.
Setelah diperpanjang beberapa kali, gencatan senjata tersebut berakhir pada 1 Desember 2023, dan pertempuran kembali berlanjut. Sampai saat ini, diyakini lebih dari 100 sandera Israel masih berada di Jalur Gaza.
Sedangkan pada 7 April lalu, babak baru negosiasi antara Israel dan Hamas berlangsung di Kairo, Mesir. Kesepakatan gencatan senjata yang diajukan saat itu diusulkan terdiri dari tiga fase serta mencakup pertukaran 40 sandera Israel dengan 900 warga Palestina yang ditahan Israel.
Merespons usulan tersebut, Hamas menyatakan akan mengajukan usulan gencatan senjatanya sendiri.