REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meneliti dampak cemaran logam seng terhadap biota laut jenis rajungan dan bandeng di perairan Teluk Jakarta. Penelitian itu dilakukan mengingat kawasan Teluk Jakarta tinggi muatan polutan kimia, biologi, dan radioaktif, baik dari daratan maupun laut akibat aktivitas manusia.
"Daerah tersebut menjadi tempat bermuaranya berbagai senyawa pencemar dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta," kata Peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN Ikhsan Budi Wahyono dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).
Ikhsan menjelaskan, konsentrasi logam seng yang tinggi umumnya melalui proses antropogenik, yaitu kegiatan penduduk yang terbuang ke sungai sampai ke perairan laut. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah ekologi dan kesehatan masyarakat.
Pada 2019, riset yang dilakukan oleh Ikhsan menemukan bahwa kandungan logam seng di Teluk Jakarta sebesar 0 sampai 0,280 miligram per liter. Penelitian setelah reklamasi mencatat cemaran logam seng mencapai 0,003 hingga 0,097 miligram per liter.
Data itu menunjukkan ada peningkatan konsentrasi logam seng di Teluk Jakarta. Akumulasi logam berat dalam beberapa biota akuatik dapat dijadikan sebagai biomonitor dan bioindikator terhadap tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan.
"Rajungan dan bandeng bisa dijadikan sebagai bioindikator lingkungan karena kemampuannya dalam mengakumulasi logam seng," kata Ikhsan.