REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melakukan refleksi atas Program Merdeka Belajar di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada hari ini.
"Kenapa refleksi? Karena beberapa kali Kemendikbudristek menyampaikan soal Merdeka Belajar ini terinspirasi dari Ki Hajar Dewantara soal konsep mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam diskusi yang diikuti di Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Ubaid menilai konsep mencerdaskan kehidupan bangsa yang seharusnya menjadi ruh dan semangat Program Merdeka Belajar belum sepenuhnya dimaknai dengan baik oleh guru, siswa, serta masyarakat secara umum.
Salah satu contohnya, ungkap dia, adanya kasus guru yang diberhentikan karena melontarkan kritik terhadap pemerintah di Jawa Barat beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, hal tersebut tidak menandakan bahwa guru tersebut benar-benar merdeka.
"Artinya, pertanyaan besarnya adalah kalau kita teriak-teriak soal Merdeka Belajar, bisa direfleksikan kepada guru-guru kita sebenarnya mereka itu merdeka nggak?" ujarnya.
Tidak hanya pada guru, Ubaid melanjutkan wujud kemerdekaan dari Program Merdeka Belajar juga tidak ditemukan pada seluruh peserta didik, di mana data Badan Pusat Statistik pada 2023 menyatakan terdapat sekitar tiga juta anak di Indonesia putus sekolah.
Meski demikian, dirinya tetap mengapresiasi adanya upaya pelindungan anak dari kekerasan di satuan pendidikan melalui Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 yang dinilai dapat meminimalisasi tindak kekerasan pada siswa.
Untuk itu, Ubaid meminta kepada Kemendikbudristek dan seluruh pemangku kepentingan terkait untuk merefleksi beberapa evaluasi dalam Program Merdeka Belajar, agar dapat kembali kepada khitah asalnya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terpisah, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim berpesan kepada seluruh pihak di dunia pendidikan agar dapat melanjutkan semangat gerakan Merdeka Belajar.
Ia tak memungkiri pada awal gerakan ini diluncurkan membuat sebagian orang tidak nyaman karena mengubah sistem yang begitu besar dan menggeser perspektif tentang proses pembelajaran. Namun, ia menegaskan perubahan terhadap sistem pendidikan Tanah Air tetap harus terjadi karena rasa tidak nyaman merupakan gejolak yang biasa menyertai setiap langkah menuju perbaikan dan kemajuan.
"Lima tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalankan tugas memimpin gerakan Merdeka Belajar. Kita sudah berjalan menuju arah yang benar tetapi tugas kita belum selesai," tutur Nadiem Makarim.