Senin 06 May 2024 07:12 WIB

Bakal Ditertibkan Dishub, Tukang Parkir Menolak: Kerjaan Kami tak Cuma Parkirkan Kendaraan

Para tukang parkir mengaku mencari pekerjaan di Jakarta tidaklah mudah.

Rep: Bayu Adji P / Red: Teguh Firmansyah
Juru parkir memarkirkan kendaraan di sebuah minimarket kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Ahad (5/5/2024).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Juru parkir memarkirkan kendaraan di sebuah minimarket kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Ahad (5/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta berencana melakukan penertiban terkait pungutan parkir di halaman minimarket. Pasalnya, parkir di halaman minimarket seharusnya tidak berbayar atau gratis. 

Republika mencoba mengunjungi sejumlah minimarket di kawasan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Ahad (5/5/2024). Dari pantauan Republika, masih ada minimarket yang dijaga oleh tukang parkir.

Baca Juga

Republika mencoba berbincang dengan salah satu tukang parkir, Yogi Ardiansyah (21 tahun). Sudah dua tahun pemuda itu menjadi tukang parkir di sebuah minimarket. Dalam satu hari, ia mengaku rata-rata bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu dari memarkirkan kendaraan di minimarket. 

 "Paling banyak dapat Rp 300 ribu, paling dikit Rp 50 ribu. Kalau diratq-rata sekitar Rp 100 ribu lah," kata dia, Ahad. 

Yogi berkeja besama seorang temannya untuk memarkirkan kendaraan di minimarket itu. Kadang ia bertugas pada pagi hingga siang hari, kadang dari siang hingga malam hari.

Ia mengaku tak memberikan tarif kepada para pelanggan yang belanja ke minimarket menggunakan kendaraan pribadi. Pelanggan hanya diminta uang seikhlasnya. Ia pun tak pernah memaksa pelanggan memberikan uang. "Saya mah enggak narifin. Kadang gopek (Rp 500) saya terima. Saya enggak maksa juga. Kalau enggak ngasih, ya biarin aja," ujar dia.

Menurut dia, tugas seorang tukang parkir di minimarket bukan sekadar menjaga dan mengatur keluar masuk kendaraan yang datang. Tak jarang, ia juga membantu membawakan barang belanjaan.

Selain itu, Yogi kerap membantu pegawai minimarket menurunkan barang yang baru dikirimkan, termasuk menjaga kebersihan area halaman minimarket. Bahkan, ia juga membantu mengamankan barang milik pelanggan yang suka tertinggal di kendaraan. 

"Jadi saya juga enggak markirin doang. Kalau yang dia dateng pas orangnya keluar doang, itu enggak baik. Mau duitnya soang. Kalau saya mah, kadang ada juga hape ketinggalan, dijagain," kata dia.

Senada dengan Yogi, salah seorang tukang parkir lainnya, Muhammad Yusuf (43), menilai pekerjaannya bukan sekadar memarkirkan kendaraan. Lebih dari itu, tukang parkir juga bertanggung jawab dengan seluruh aktivitas di halaman minimarket. 

"Di sini sering ketinggalan hape, kunci motor, dan lain-lain, tapi aman aja. Pasti balik. Di sini aman terus. Enggak pernah ribut di sini," kata lelaki yang biasa dipanggil Bang Gondrong itu.

Ia menambahkan, tukang parkir di tempatnya juga ikut menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan. Bahkan, tukang parkir juga sering membantu ketika ada warga yang tersasar.

Yusuf pun mengaku tak pernah memasang tarif parkir di halaman minimarket. Ia juga bilang tak pernah memaksa pelanggan untuk bayar parkir setelah berbelanja di minimarket. 

"Jadi kita yang kudu sabar. Kita markirin biar enggak macet, dia enggak bayar, enggak bilang terima kasih, tapi ya tetap kita terima. Gak pernah ribut tuh. Jadi seikhlasnya aja. Misalnya ada yang pergi aja, kita gak boleh marah. Karena kita jual jasa," ujar dia.

Dari pekerjaannya itu, Yusuf mengaku bisa membawa uang Rp 200 ribu dalam sehari. Namun, pendapatannya itu tak seluruhnya dibawa pulang. Pasalnya, ada aturan di tempatnya bahwa tukang parkir harus mengisi kas minimal Rp 25 ribu sehari. 

"Itu buat disumbang ke lingkungan atau yang lainnya. Kalau ada yang rusak, benerin bareng-bareng pakai uang kas," kata dia.

Sementara itu, salah seorang pegawai minimarket di kawasan tersebut mengatakan bahwa parkir di halaman tempatnya bekerja seharusnya gratis. Pasalnya, halaman itu merupakan bagian dari minimarket. 

"Ya harusnya gratis, tapi saya masuk sudah ada tukang parkir. Mau dilarang juga susah. Soalnya orang kampung sini semua. Ya biar aja asal enggak mengganggu," kata perempuan yang enggan disebut namanya. 

Mencari kerja sulit

Meski pendapatannya relatif cukup dengan bekerja sebagai tukang parkir, Yogi mengaku masih ingin mencari peluang lain. Namun, baginya, mencari pekerjaan di Jakarta tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, pemuda itu hanya memiliki ijazah sekolah dasar. 

"Pengen kerja lain mah, tapi ya itu, susah. Pernah kerja konveksi, tapi pas kemarin rame kampanye doang. Pernah jadi kenek sopir ambulans, tapi enggak lanjut," kata dia.

Sementara itu, Yusuf juga mengaku ingin mencari pekerjaan lain. Namun, mencari pekerjaan tak mudah baginya karena usia yang tidak muda. "Saya ini sarjana manajemen dan bisnis. Dulu karyawan swasta, masuk Covid. Kena dampak. Anak enam," kata dia.

Mau tak mau, Yusuf bekerja menjadi tukang parkir, meski banyak omongan negatif dari lingkungan sosialnya. Pasalnya, hanya pekerjaan itu yang bisa dilakoni untuk saat ini. "Banyak yang bilang hina jadi tukang parkir, tapi buat kebutuhan, ya jalanin. Kalau ada (kerjaan lain) mah mau saja," kata dia.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement