Senin 06 May 2024 07:25 WIB

IHSG Berpotensi Terus Turun ke Level 6.800, Bagaimana Pekan Ini?

IHSG ditutup pada level 7.134 atau naik 1,6 persen pada pekan lalu

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Karyawan beraktivitas di dekat layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (19/4/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.087 melemah 79,49 poin atau minus 1,11 persen dari perdagangan sebelumnya. Pelemahan IHSG terjadi usai Israel membalas serangan Iran. Ketegangan Iran dengan Israel yang semakin memanas tersebut menimbulkan sintimen negatif terhadap pasar modal Tanah Air.
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan beraktivitas di dekat layar elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (19/4/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.087 melemah 79,49 poin atau minus 1,11 persen dari perdagangan sebelumnya. Pelemahan IHSG terjadi usai Israel membalas serangan Iran. Ketegangan Iran dengan Israel yang semakin memanas tersebut menimbulkan sintimen negatif terhadap pasar modal Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 7.134 atau naik 1,6 persen dalam sepekan pada Jumat (3/5/2024). Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (Ipot) Dimas Krisna Ramadhani berpandangan saat ini IHSG sedang menguji support MA200 daily yang berada pada level 7.050.

"Apabila tidak mampu bertahan maka IHSG berpotensi untuk terus turun ke 6.800-6.900. Level 7.030 menjadi support yang sudah diuji berkali-kali ketika IHSG mengalami koreksi, sedangkan resistance berada di level 7.250 sehingga area tersebut menjadi support dan IHSG dalam jangka pendek,” kata Dimas dalam pernyataan tertulisnya, Senin (6/5/2024). 

Dia menjelaskan, penguatan IHSG pada pekan lalu ditopang oleh dia top gainers IDX Healthcare dan IDX Energy. IDX Healthcare naik tujuh persen dalam sepekan terakhir yang disebabkan kenaikan saham MIKA yang naik sebesar lima persen dalam sepekan setelah melaporkan capaian kinerja kuartal I 2024 yang berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, IDX Energy dalam sepekan terakhir naik sebesar 2,5 persen  yang disebabkan kenaikan saham PGAS sebesar 17 persen. Hal tersebut pascalaporan kinerjanya untuk kuartal I 2024 yang membukukan kenaikan laba sebesar 40 persen secara tahunan.

Lalu dua top losers yang memberatkan market pada pekan lalu yakni IDX Transport dan IDX Consumer Cyclical. IDX Transport melemah 1,06 peraen selama seminggu terakhir. "Jika kita lihat teknikal pada sektor ini, saat ini IDX Transport sedang mengalami downtrend kuat dalam jangka pendek dan berpotensi untuk terus melanjutkan penurunan hingga area support pada level 1200. Pada pekan lalu, IDX Transport ditutup di level 1.298,” jelas Dimas. 

Sementara itu IDX Consumer Cyclical menurun sebesar 0,4 persen dalam sepekan terakhir. Jika dilihat dari teknikalnya, jelas Dimas, sektor tersebut juga sedang mengalami downtrend kuat dalam jangka pendek dan berpotensi untuk terus melanjutkan penurunan hingga level 720 apabila tidak mampu bertahan pada level saat ini di 750. 

“Apabila kita lihat candle weekly sector ini, peluang penguatan sementara dapat terjadi hingga level 780-800,” ujar Dimas.

Dimas berpendapat ada tiga sentimen yang membuat market menguat pada pekan lalu yakni keputusan suku bunga The Fed, laporan kinerja Q1 2024 emiten di IHSG, dan non-farm payroll AS bulan April. Pada 2 Mei lalu Bank Sentral AS (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan dan memprediksi bahwa tidak akan ada kenaikan suku bunga lagi yang terjadi di sisa tahun ini.

Hanya saja, Jerome Powell juga menyampaikan kemungkinan penurunan suku bunga tahun ini hanya akan terjadi satu kali. Padahal sebelumnya diprediksi akan ada penurunan suku bunga sebanyak tiga sesuai yang disampaikan pada FOMC Desember lalu.

Terkait sentimen laporan kinerja kuartal I 2024 emiten di IHSG, pada pekan lalu beberapa emiten telah menyampaikan laporan kinerjanya. Beberapa diantaranya adalah emiten big banks yakni BMRI dan BBNI yang masing-masing mencatatkan kenaikan laba sebesar 1,1 persen dan dua persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu.

"Dari keempat bank besar yakni BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, hanya BBCA dan BBNI yang berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih secara kuartalan, sedangkan BMRI dan BBRI mengalami penurunan laba bersih jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya,” ungkap Dimas. 

Dimas menambahkan setelah BMRI menyampaikan laporan kinerja untuk kuartal I 2024, saham emiten ini turun lebih dari 10 persen dalam sehari pada 2 Mei. Hal itu merupakan penurunan lebih dari 10 persen dalam satu hari pertama dalam 12 tahun terakhir.

Terakhir terkait sentimen non-farm payroll AS April 2024 pada Jumat pekan lalu telah rilis data ketenagakerjaan yang menggambarkan kondisi ekonomi di AS dan tingkat inflasi. NFP April 2024 mencatatkan tambahan tenaga kerja sebesar 175 ribu jauh di bawah pencapaian bulan sebelumnya yang sebesar 303 ribu dan juga konsensus yang sebesar 243 ribu.

Setelah data tersebut rilis, ketiga indeks utama bursa Wall Street ditutup menguat signifikan karena market merespon data tersebut dengan positif. Selain itu market juga berharap bahwa capaian data ketenagakerjaan yang jauh di bawah ekspektasi tersebut dapat berimbas positif terhadap tingkat inflasi di sana sehingga harapan The Fed untuk menurunkan suku bunga dapat tercapai pada 2024.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement