REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sentimen konsumen Amerika Serikat (AS) merosot ke level terendah dalam enam bulan pada Mei. Itu karena kekhawatiran rumah tangga terhadap tingginya biaya hidup dan pengangguran, namun para ekonom memperingatkan agar tidak menarik kesimpulan mengenai implikasinya terhadap prospek perekonomian.
Penurunan sentimen yang lebih besar dari perkiraan yang dilaporkan oleh University of Michigan pada Jumat itu, terjadi di semua kelompok umur, pendapatan, dan pendidikan, serta afiliasi partai politik.
“Kepercayaan konsumen berfluktuasi dari bulan ke bulan dan belum menjadi pendorong penting belanja konsumen dalam beberapa tahun terakhir,” kata Wakil Kepala Ekonom AS di Oxford Economics Michael Pearce seperti dilansir Reuters, Sabtu (11/5/2024).
Ia menilai, ketahanan belanja konsumen, kata dia, bergantung pada kuatnya neraca rumah tangga dan kuatnya pasar tenaga kerja. Hanya saja jika pasar tenaga kerja mulai goyah, lanjutnya, AS akan melihat tanda-tanda pelemahan ekonomi yang lebih berarti muncul.
Data awal Universitas Michigan mengenai indeks sentimen konsumen secara keseluruhan berada pada angka 67,4 pada bulan ini, level terendah sejak November lalu, dibandingkan angka akhir sebesar 77,2 pada April. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan angka awal sebesar 76,0.
Mereka memperkirakan, transisi Universitas Michigan yang sedang berlangsung ke wawancara berbasis web dari survei telepon telah menurunkan sekitar dua poin dari indeks berita utama bulan ini. Pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal pertama dan perusahaan mempekerjakan jumlah pekerja paling sedikit dalam enam bulan pada April.
Direktur Survei Konsumen Universitas Michigan Joanne Hsu mengatakan, konsumen menyebabkan kekhawatiran inflasi, pengangguran, dan suku bunga mungkin bergerak ke arah yang tidak menguntungkan pada tahun depan. Dengan harga bensin yang cukup stabil dalam beberapa minggu terakhir dan harga pasar saham sebagian besar cenderung lebih tinggi, para ekonom bingung menjelaskan penyebab penurunan sentimen lainnya.
"Sulit untuk dijelaskan mengingat hanya ada sedikit bukti adanya penurunan besar di pasar tenaga kerja. Rumah tangga juga masih bereaksi terhadap aksi jual ekuitas sebelumnya sekitar pertengahan April," kata Chief North America sekaligus ekonom di Capital Economics Paul Ashworth.
Menurutny, ini juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor nonekonomi lainnya seperti pemilu mendatang, konflik Israel-Iran, atau meluasnya protes pro-Palestina di kampus-kampus. Lalu suasana suram di kalangan Demokrat, independen, dan Republik.
Saham-saham di Wall Street beragam. Dolar menguat terhadap sekeranjang mata uang. Harga Treasury AS turun.
Data survei mengenai ekspektasi inflasi satu tahun naik menjadi 3,5 persen pada Mei dari 3,2 persen pada April. Ini tetap berada di atas kisaran 2,3 persen sampai tiga persen yang terlihat pada dua tahun sebelum pandemi Covid-19. (Iit Septyaningsih)