Senin 13 May 2024 12:52 WIB

Pesan Ketum PP Muhammadiyah untuk Jamaah Haji Indonesia

Haedar Nashir juga berpesan pada pejabat pemerintah dan institusi penyelenggara haji.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Irfan Fitrat
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir.
Foto: ANTARA/Muhammad Zulfikar
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Sejumlah calon jamaah haji (calhaj) dari Indonesia sudah diberangkatkan ke tanah suci. Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan beberapa pesan untuk para jamaah haji dari Indonesia.

Pertama, para jamaah diharapkan meluruskan niat beribadah haji karena Allah semata. “Ibadah haji berat prosesnya, yang memerlukan istitha’ah secara fisik, termasuk kesehatan, selain kesiapan rohani. Seluruh proses, insyaallah, dapat dijalani dengan hati yang tuma’ninah, bilamana dilandasi keikhlasan. Haji bukanlah gelar dan atribut, tetapi ibadah rukun Islam kelima, yang menuntut kepasrahan kepada Allah dalam menunaikannya untuk meraih ridha dan karunia Allah. Disertai segala kegiatan yang saksama sesuai, yang disyariatkan Islam, dan pelaksanaannya sejalan ketentuan yang berlaku,” kata Haedar, dalam keterangannya, Senin (13/5/2024).

Baca Juga

Kedua, Haedar mengatakan, ibadah haji itu berjamaah secara luas, yang melibatkan jutaan Muslim dan Muslimah dari berbagai negara yang beragam latar belakangnya. Sementara lokasi ibadah haji terbatas, meskipun sudah diperluas di berbagai titik dengan segala fasilitas yang lengkap oleh Pemerintah Arab Saudi. Begitu juga fasilitasi dari Pemerintah Indonesia bagi jamaah haji.

“Keterbatasan dan kemampatan berhaji dalam seluruh prosesnya, termasuk di Aramina, menuntut jiwa kebersamaan. Para jamaah tidak bisa egois. Karenanya, perlu niat untuk berbagi, peduli, dan saling membantu, serta memberi kelonggaran antarjamaah. Dalam berhaji itulah ukhuwah Islamiyah yang mesti dipraktikkan,” ujar Haedar.

Pesan ketiga, Haedar mengimbau para jamaah mengikuti seluruh rangkaian ibadah haji sesuai syariat Islam. Dalam beribadah haji, jamaah mesti melakukannya sesuai syariat dan sunah Nabi, serta menjalankannya dengan khusyuk. Bila ada perbedaan dalam praktik ibadah yang sifatnya khilafiyah, kata dia, jangan saling menyalahkan, sehingga diperlukan toleransi atas perbedaan cara (tanawwu’).

“Namun, jangan pula saling menonjolkan perbedaan. Belajarlah beribadah sesuai sunah Nabi agar semakin mendekatkan kesamaan. Selebihnya, ambil makna dan fungsi terbaik dari ibadah haji agar tujuannya tercapai, yakni menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya guna meraih kemabruran yang diridhai Allah. Beribadah haji dengan khusyuk dan penuh pengharapan kepada Allah, menjauhi hal-hal yang tidak diperlukan dalam berhaji agar tercapai tujuannya,” kata Haedar.

Keempat, Haedar mengatakan, meraih haji mabrur berarti semakin tertanam kebaikan-kebaikan yang utama selama rangkaian ibadah haji sampai pulang ke tempat masing-masing. Mabrur itu, kata dia, segala kebaikan yang digariskan syariat Islam dan yang menjadi kebaikan umum yang dibenarkan syariat. Menurut dia, berhaji yang mabrur bukan hanya selama proses ibadahnya, tetapi tidak kalah penting sesudahnya dalam kehidupan sehari-hari.

“Bila selama haji dilarang mengucapkan ujaran yang rafats (jorok), fusuq (inkonsisten, khianat), dan jadal (bertengkar), maka dalam kehidupan sehari-hari setelah berhaji perangai buruk itu jangan dilakukan, termasuk dalam bermedia sosial dan interaksi sosial lainnya. Semakin banyak kaum Muslim berhaji, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, perusakan sumber daya alam, dan segala perbuatan buruk tidak terjadi di negeri ini,” kata Haedar.

Haedar juga berpesan kepada pemerintah dan seluruh institusi penyelenggaraan haji Indonesia agar dapat semakin meningkatkan fasilitas dan pelayanan dari tahun ke tahun. Ia meyakini seluruh pimpinan dan petugas yang terlibat dalam penyelenggaraan haji Indonesia semakin khidmat dalam melayani dan menyukseskan pelaksanaan ibadah haji dalam seluruh prosesnya. 

“Para pejabat negara yang bertugas maupun atas nama negara menunaikan ibadah haji diharapkan uswah hasanah-nya di hadapan para jamaah haji. Sehingga, selain dapat mengayomi, juga menjadi teladan terbaik, yang mengutamakan kepentingan seluruh jamaah haji ketimbang diri dan keluarga sendiri. Ibadah haji niscaya menjadi kontestasi nilai dan akhlak keteladanan yang luhur nan utama dari para elite di hadapan jamaah umat yang merepresentasikan rakyat Indonesia,” ujar Haedar. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement