REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto tidak dalam posisi mendukung atau tidak revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Namun, ia memandang undang-undang yang ada saat ini masih dapat mengakomodasi tantangan Indonesia ke depan.
"Kami percaya bahwa dengan Undang-Undang Kementerian Negara yang ada sebenarnya masih visioner untuk mampu menjawab berbagai tantangan bangsa dan negara saat ini," ujar Hasto di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (13/5/2024).
Hasto menjelaskan, setiap presiden memiliki kewenangan dalam penyusunan kabinetnya. Ia mencontohkan era Presiden Megawati Soekarnoputri yang menggabungkan perdagangan dan perindustrian dalam satu kementerian.
Lalu periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang secara khusus membentuk Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF). Sebab menurutnya, UU Kementerian Negara hadir sebagai representasi negara untuk menjalankan fungsinya untuk rakyat.
"Bagi PDI Perjuangan, Undang-Undang Kementerian Negara yang ada itu sebenarnya sudah mampu merepresentasikan seluruh tanggung jawab negara di dalam menyelesaikan seluruh masalah rakyat dan juga mencapai tujuan bernegara," ujar Hasto.
Dalam beberapa hari terakhir berembus isu penambahan kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran, dari 34 menjadi 40. Aturan penambahan kementerian termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Bab IV UU Kementerian Negara, mengatur khusus tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. Dalam Pasal 12 undang-undang tersebut, terdapat tiga kementerian yang wajib dibentuk dan tak boleh dibubarkan sebagai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Dalam Negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 13 Ayat 2 UU Kementerian Negara, terdapat empat pertimbangan dalam membentuk kementerian. Keempatnya adalah efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.
"Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden dapat membentuk kementerian koordinasi," bunyi Pasal 14.
"Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34," bunyi Pasal 15 yang membuat isu penambahan kementerian era Prabowo-Gibran menjadi 40 tidak bisa terwujud.