REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut Air Susu Ibu (ASI) yang dibekukan lebih baik dari ASI bubuk. Ia juga mengatakan penyimpanan ASI sudah ada prosedurnya.
"Memang freezing (yang dibekukan) itu jauh lebih bisa dipercaya, karena ketika dalam bentuk lain, olahan lain, saya kira sudah ada pembawanya, pembawa itu ya partikel lain. Nah oleh karena itu kalau yang ASI dibekukan kan masih pure, murni," ucap Hasto di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Ia menjelaskan penyimpanan ASI sudah ada protap atau protokolnya, menyesuaikan dengan daya tahan, lama penyimpanan, dan suhunya. "Kalau misalkan untuk daya tahan sekian jam itu sekian derajat Celcius. Kalau sekian jam atau sekian lama sekian derajat itu sudah ada. Jadi, sebetulnya protokol penyimpanan atau freezing itu sudah ada, lama freezing-nya, lama menyimpan dan suhunya," kata Hasto.
Untuk ASI yang dibekukan ini, kata dia, layaknya penyimpanan sperma, perlu dipastikan bagaimana penyimpanannya dan berapa lama.
"Contoh, kalau saya itu menyimpan sperma untuk bayi tabung, saya bisa simpan di bawah suhu 70 derajat, misalnya begitu. Itu kan bisa lama, embrio bisa disimpan di bawah 70 derajat, bisa untuk puluhan tahun. Jadi tentang penyimpanan beku ini tergantung lamanya, sama suhunya, itu saja. Kemudian dipakai untuk berapa lama. Itu saja," ujar Hasto.
Hasto yang juga dokter spesialis kandungan menekankan ASI dalam bentuk bubuk lebih berisiko karena sudah dicampur dengan bahan-bahan yang lain.
Menyinggung soal donor ASI, Hasto juga menjelaskan bahwa hal tersebut diperbolehkan saja asal sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Kita kan kalau hal-hal seperti itu sering minta petunjuk dari seperti majelis ulama, kalau di dalam surrogate mother (ibu pengganti) itu mana yang dibolehkan, mana yang tidak. Tetapi sejauh ini kan juga ada yang disampaikan kepada kita bahwa menyusukan kepada orang lain itu dibolehkan, tapi ada aturan-aturan khusus," kata Hasto.
Ia mengemukakan masyarakat mungkin sudah sering mendengar tentang saudara sepersusuan, tetapi untuk melakukannya tetap perlu mengikuti aturan-aturan yang ada.
"Ada ketentuan yang khusus, apakah seperti mahram (termasuk sanak saudara) atau bagaimana. Tetapi itu lebih banyak yang membutuhkan penjelasan, tentu dari majelis ulama, tetapi saya pikir sejauh ini saya kira itu masih dibolehkan, asal aturannya mengikuti ketentuan yang ada," ucap Hasto Wardoyo.