Kamis 16 May 2024 16:17 WIB

Pemerintah Diminta Siapkan Anggaran Self Declare Usai Tunda Kewajiban Sertifikasi Halal

BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk sertifikasi halal self declare

Rep: Fauziah Mursid / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham (kedua kanan) dan Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna (kanan) meninjau pelaku UMKM di Jakarta, Jumat (8/3/2024). BSI mendorong peningkatan ekosistem halal melalui penguatan potensi UMKM dengan program Selasar (Sertifikasi Halal Tanpa Bayar). Pada tahap awal, BSI menyediakan sertifikat halal ini kepada 1.000 UMKM dari segmen food & beverages, kosmetik, dan fashion. Hal ini dilakukan untuk memberikan stimulus bagi para UMKM agar usahanya bisa segera naik kelas.
Foto: Dok Republika
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham (kedua kanan) dan Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna (kanan) meninjau pelaku UMKM di Jakarta, Jumat (8/3/2024). BSI mendorong peningkatan ekosistem halal melalui penguatan potensi UMKM dengan program Selasar (Sertifikasi Halal Tanpa Bayar). Pada tahap awal, BSI menyediakan sertifikat halal ini kepada 1.000 UMKM dari segmen food & beverages, kosmetik, dan fashion. Hal ini dilakukan untuk memberikan stimulus bagi para UMKM agar usahanya bisa segera naik kelas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham menilai pemerintah perlu mempersiapkan penganggaran yang cukup untuk fasilitasi sertifikasi halal UMK melalui program self declare. Hal ini disampaikannya setelah adanya keputusan Pemerintah yang menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK) dari 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. 

Keputusan ini disebut untuk melindungi pelaku usaha, khususnya UMK, agar tidak bermasalah secara hukum atau terkena sanksi administrative

Baca Juga

Sebab, Aqil menilai selama ini BPJPH mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitasi sertifikasi halal self declare bagi pelaku UMK, per tahun hanya dapat membiayai 1 juta sertifikat halal. 

“Keterbatasan ini sangat kami rasakan, terutama pada 2023 dan 2024, di mana kuota selalu terlampaui karena antusiasme pelaku usaha khususnya UMK untuk mendapatkan sertifikat halal gratis,” kata Aqil dikutip dalam siaran pers, Kamis (16/5/2024).

Menurutnya,BPJPH akan segera membahas hal teknis setelah adanya keputusan penundaan bersama Kementerian Koordinator Perekonomian, Sekretariat Kabinet, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lainnya untuk menyiapkan payung hukum.

BPJPH juga kata dia, akan memanfaatkan penundaan kewajiban ini untuk secara terus melakukan sosialisasi, edukasi, serta penguatan literasi dan publikasi kewajiban sertifikasi halal bagi pelaku UMK. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan kesadaran atau awareness pelaku UMK terhadap pentingnya sertifikasi halal. 

"Penundaan kewajiban sertifikasi halal ini juga memberikan waktu bagi pemerintah untuk mengintensifkan sinergi dan kolaborasi antar Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah (Pemda) serta para stakeholder terkait untuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, pendataan, layanan yang terintegrasi, dan pembinaan serta edukasi sertifikasi halal," ujarnya.

Ia menjabarkan, pelaku usaha selama ini diberi kemudahan dalam mengurus sertifikasi halal. Misalnya, tarif sertifikasi halal yang murah, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi UMK, penataan kewenangan yang lebih baik, proses layanan yang lebih cepat melalui digitalisasi layanan sertifikasi halal, serta pemangkasan SLA dari 90 hari menjadi 21 hari. 

Tak hanya itu, telah dibangun juga ekosistem halal, antara lain dengan memperbanyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari 1 menjadi 72 LPH serta terbentuknya 17 Lembaga Pelatihan Jaminan Produk Halal yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, saat ini sudah ada 248 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H). Penguatan SDM layanan juga terus dilakukan dengan melatih 94.711 Pendamping Proses Produk Halal (P3H), 1.220 Auditor Halal yang berada pada 72 LPH, 7.878 Penyelia Halal.

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman usaha mikro dan kecil (UMK), dari 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. Presiden Joko Widodo memutuskan hal ini dalam Rapat Terbatas yang dihadiri sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju pada 15 Mei 2024 di Istana Presiden, Jakarta. 

Adapun bagi selain produk UMK yang terkategori self declare, misalnya produk usaha menengah dan besar, menurut Menag, kewajiban sertifikasi halalnya tetap diberlakukan mulai 18 Oktober 2024.

Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Pasal 140 regulasi ini mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasit sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 oktober 2024.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement