Kamis 16 May 2024 21:10 WIB

Usai Banjir Bandang, Pengungsi Dihantui Diare, Walhi Minta Pemda Jangan Lalai

Penanganan banjir bandang akibat lahar dingin Marapi harus dilakukan dengan baik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Foto udara kawasan yang terdampak banjir lahar dingin di Limo Kaum, Tanah Datar, Sumatera Barat, Ahad (12/5/2024). Berdasarkan data sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, sebanyak 13 orang di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam meninggal dunia akibat banjir lahar dingin yang terjadi pada Sabtu (11/5) malam.
Foto: ANTARA FOTO/Adi Prima
Foto udara kawasan yang terdampak banjir lahar dingin di Limo Kaum, Tanah Datar, Sumatera Barat, Ahad (12/5/2024). Berdasarkan data sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, sebanyak 13 orang di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam meninggal dunia akibat banjir lahar dingin yang terjadi pada Sabtu (11/5) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Walhi Sumatera Barat (Sumbar) memberi peringatan kepada pemerintah soal diare yang dapat menjadi dampak lanjutan dari bencana banjir. Hal tersebut ditekankan karena berkaca pada penanganan kejadian serupa di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, beberapa waktu lalu.

"Berkaca pada kasus bencana sebelumnya di Kabupaten Pesisir Selatan, pascabencana banyak yang meninggal karena diare. Kelalaian ini jangan sampai terulang," kata Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar Tommy Adam, Kamis (16/5/2024).

Baca Juga

Sebab itu, dia mengingatkan pemerintah, penanganan banjir bandang akibat lahar dingin Gunung Marapi harus dilakukan dengan baik. Segala kebutuhan masyarakat yang terdampak, seperti air bersih, makanan pokok, kesehatan, dan lainnya harus bisa dipenuhi.

“Tanggung jawab pemerintah tidak hanya pada kondisi tanggap darurat, tapi juga pada saat pra bencana yang tidak siap dan siaga,” terang dia.

Sebelumnya, dia menilai pemerintah abai dan lalai dalam melihat persoalan yang sudah terjadi di kawasan Gunung Marapi, Sumatera Barat. Lemahnya mitigasi dan kesiapsiagaan berimplikasi pada banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.

“Kritik terhadap pemerintah, baik kabupaten atau provinsi, adalah bukan lemah, tapi abai dan lalai dalam melihat persoalan yang sudah terjadi di kawasan Gunung Marapi,” kata Tommy.

Ada sejumlah alasan yang membuatnya berpandangan seperti itu. Pertama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah sejak jauh hari mengingatkan tetnang kondisi cuaca ekstrem di Sumatera Barat, khususnya pada lokasi bencana. Kedua, adanya peringatan Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait potensi banjir lahar dingin.

“Lalu adanya kejadian bencana lahar dingin yang sebelumnya sudah terjadi di Agam dan Tanah Datar pada 5 April 2024. Tidak ada respons atas tiga hal di atas, misal upaya pemindahan orang dari lokasi rawan bencana, atau pemasangan alat deteksi dini banjir bandang atau early warning,” kata Tommy.

Dia mengatakan, semua pihak tentu berduka dengan atas apa yang sudah terjadi. Tapi, kata dia, tetap harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian yang menimbulkan puluhan korban jiwa tersebut. Apa yang terjadi, kata dia, menjadi bukti lemahnya mitigasi dan kesiapsiagaan yang berimplikasi terhadap banyaknya korban jiwa.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement