REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menggelar rapat kerja nasional (Rakernas) V di Beach City International Ancol, Jakarta Utara pada 24-26 Mei 2024. Tema utama forum tersebut mengusung Satyam Eva Jayate yang artinya kebenaran pasti menang.
Ketua DPP PDIP yang juga Ketua Steering Committee Rakernas V, Djarot Saiful Hidayat mengatakan, forum tersebut digelar untuk internal partai sehingga mereka tak mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara tersebut.
"Kejutan-kejutan apa saja yang nanti akan muncul di rakernas, tunggu saja. Termasuk juga yang akan diundang. Yang jelas Presiden dan Wakil Presiden tidak diundang," ujar Djarot di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
"Kenapa? Karena beliau sangat sibuk dan menyibukkan diri. Jadi ini hanya internal PDI Perjuangan pesertanya internal PDI Perjuangan," ucap Djarot menambahkan.
Rakernas V PDIP juga memiliki subtema, yakni 'Kekuatan Persatuan Rakyat, Jalan Kebenaran yang Berjaya'. Rakernas akan menjadi forum partai berlambang kepala banteng itu untuk membahas tiga agenda utama. "Pertama tentang sikap dan posisi politik PDI Perjuangan," ujar Djarot.
Agenda kedua Rakernas V PDIP adalah membahas program kerakyatan yang akan diusung PDIP. Terakhir, membicarakan strategi pemenangan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Rakernas V PDIP juga menjadi tempat menggelorakan semangat tiga pilar partai, yakni struktural partai, legislatif partai, dan eksekutif partai.
Guna menggelorakan semangat juang, kata Djarot, forum tersebut akan diawali dengan menyalakan api dari Api Abadi Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah. Lewat simbol api tersebut, PDIP berharap kegelapan demokrasi yang melanda Indonesia bisa diatasi oleh seluruh komponen bangsa.
Khususnya para pemuda, mahasiswa, kelompok civil society, pers, seniman, guru besar, dan para politisi berjiwa kenegarawanan. "Persatuan seluruh kelompok pro demokrasi tersebut akan menjadi fajar demokrasi guna melawan berbagai bentuk nepotisme, kolusi, dan korupsi serta penggunaan alat-alat negara dan sumber daya negara bagi kepentingan politik kekuasaan yang cenderung anti demokrasi," ujar mantan gubernur DKI Jakarta itu.