Selasa 21 May 2024 11:01 WIB

Agnostic Style, Ilmu Pengetahuan dan Akidah Islam

Indra T Maulana Dosen Farmasi FMIPA UNISBA

Indra T Maulana Dosen Farmasi FMIPA UNISBA
Foto: Dok Republika
Indra T Maulana Dosen Farmasi FMIPA UNISBA

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Kaum intelektual adalah mereka yang selalu menggunakan akal dan pemikirannya untuk memahami sebuah kebenaran. Banyak ayat Al-qur’an maupun hadist yang menantang kita untuk merenungkan (mendalami) fenomena – fenomena alam melalui ilmu pengetahuan, yang akan menguatkan keyakinan kita akan eksistensi Allah ‘Azza wa Jalla.

Bukti terkait eksistensi Allah ‘Azza wa Jalla bukanlah sebatas pada kemampuan kita untuk melihat-Nya secara fisik. Allah memberikan petunjuk terkait eksistensi-Nya melalui ciptaan-Nya, termasuk diri kita sendiri. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal” (QS Ali Imran:190).

Baca Juga

Munculnya fenomena di antara penimba ilmu yang seiring bertambahnya pengetahuan, justru keimanannya semakin luntur. Fenomena agnostic style sempat mencuat dikalangan anak muda di Indonesia dan menjadi kekhawatiran khususnya bagi para orang tua. Paradigma agnostik sendiri diperkenalkan oleh Thomas Henry Huxley (1869), yang menggunakan dasar epistemologi ilmu untuk membuktikan kebenaran akan adanya Tuhan.

Suatu keyakinan harus didukung oleh bukti yang memadai. Hal tersebut mencerminkan esensi paradigma positivisme dalam ilmu filsafat yang menyatakan bahwa ilmu alam adalah satu – satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak adanya pengaruh metafisik. Kebenaran ilmu hanya diukur berdasarkan rasionalitas dan panca indera tanpa mempertimbangkan peran Tuhan.  

Kita semua sepakat, setiap benda, peralatan elektronik, instrumen, kendaraan, dan bangunan dirancang dan dibuat dengan sangat akurat. Tentunya, semuanya tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pasti ada para ahli sebagai perancang dan pembuatnya. Tubuh kita terdiri dari sekian banyak organ vital, hanya sebagian kecil yang dapat kita kendalikan secara sadar. Sebagian besar bekerja secara otonom. Sebagai contoh, setelah kita makan nasi, kadar gula dalam darah meningkat.

Pankreas dengan sigap mengeluarkan insulin untuk menurunkan kadar gula. Ketika berpuasa,  gula darah menurun, dan pankreas dengan cepat mengeluarkan glukagon yang mengkonversi glikogen menjadi gula. Kedua proses tersebut terjadi untuk menjaga agar kadar gula darah tetap dalam rentang antara 70 hingga 100 mg/dL.

Fenomena kerja pankreas dalam merespon kadar gula darah, jika kita kaji, menunjukkan bahwa pankreas dirancang dengan sangat sempurna, akurat, dan presisi. Pankreas tidak pernah salah dalam merespon perubahan kadar gula darah. Kita semua sepakat bahwa pankreas ini tidak mungkin muncul dalam tubuh kita dengan sendirinya, melainkan pasti ada yang merancangnya dan membuatnya. Tidak ada manusia di dunia ini yang mengakui sebagai pencipta pankreas, atau mengendalikannya secara sadar untuk mengeluarkan insulin ataupun glukagon.

Apa yang dilakukan oleh pankreas merupakan salah satu mekanisme homeostasis di antara banyak mekanisme lainnya untuk menjaga keseimbangan tubuh. Allah ‘Azza wa Jalla sendiri yang menyatakan dalam QS Al Infitar ayat 6 yang artinya “Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang”.  

Jadi Allah lah yang menciptakan pankreas yang menakjubkan tersebut. Fenomena pankreas juga menjadi bukti QS. Al Baqarah ayat 186, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat,...”.

Keith Moore seorang embriologist dunia dan penulis buku The developing Human, akhirnya menemukan kebenaran setelah mempelajari QS Al Mu’minuun ayat 12-14. Sebagai penutup, semakin kita mendalami terus ilmu yang telah dikuasai, apapun bidangnya, maka kita akan temukan eksistensi Allah ‘Azza wa Jalla sebagai pencipta alam semesta.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement