Selasa 04 Jun 2024 22:04 WIB

Amerika Serikat Sebut Proposal Genjatan Senjata Tunggu Persetujuan Hamas 

Syarat genjatan senjata Israel-Hamas adalah penyerahan sandera

Warga Palestina melihat kehancuran pasca serangan Israel yang menyebabkan para pengungsi tinggal di Rafah, Jalur Gaza, Senin, 27 Mei 2024.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Warga Palestina melihat kehancuran pasca serangan Israel yang menyebabkan para pengungsi tinggal di Rafah, Jalur Gaza, Senin, 27 Mei 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Departemen Luar Negeri Amerika Serikat berharap usulan gencatan senjata yang diungkapkan secara terbuka oleh Presiden Joe Biden pekan lalu akan terlaksana jika kelompok pejuang Palestina, Hamas, menyetujuinya.

Pernyataan itu disampaikan pada Senin (3/6/2024 ) untuk menanggapi komentar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa Biden memaparkan versi rencana yang tidak lengkap.

Baca Juga

"Perang akan dihentikan untuk memulangkan para sandera, dan setelah itu kami akan mengadakan diskusi. Ada rincian lain yang tidak disampaikan presiden Amerika Serikat kepada publik," kata Netanyahu kepada anggota parlemen pada Senin, menurut laporan media Israel.

Namun, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Matthew Miller menyatakan bahwa pemerintahan Biden sepenuhnya yakin bahwa apa yang disampaikan Biden adalah usulan Israel.

"Jelas, itu adalah usulan yang mereka susun setelah berkonsultasi dengan Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir--tiga negara yang telah memainkan peran mediasi selama proses ini, tetapi ini pada akhirnya merupakan usulan Israel dalam hal posisinya," kata Miller.

"Satu-satunya hal yang menghalangi gencatan senjata langsung saat ini adalah Hamas," ujar dia, menambahkan.

Rencana tersebut disampaikan kepada Hamas pada Kamis pekan lalu. Gedung Putih mengatakan bahwa mereka masih menunggu tanggapan resmi Hamas.

Hamas, pada bagiannya, mengatakan akan menanggapi secara positif setiap usulan yang mencakup gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, upaya rekonstruksi, pemulangan para pengungsi, dan penyelesaian kesepakatan pertukaran sandera yang menyeluruh.

Usulan yang disampaikan Biden mencakup tiga tahap gencatan senjata, yang puncaknya adalah proses bertahun-tahun untuk membangun kembali wilayah Gaza yang hancur, pemulangan semua sandera--baik yang hidup maupun yang tewas yang ditahan di Gaza.

Tahap pertama akan dimulai dengan gencatan senjata selama enam minggu untuk membebaskan warga Israel termasuk perempuan, orang tua, dan mereka yang terluka, sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina.

Pasukan Israel juga akan ditarik dari sejumlah lokasi yang oleh pejabat senior pemerintahan Biden disebut sebagai daerah padat penduduk.

Jenazah beberapa sandera juga akan dikembalikan, dan warga sipil Palestina akan diizinkan untuk kembali ke rumah dan lingkungan mereka di seluruh Gaza, termasuk di wilayah utara tempat Israel telah menerapkan pembatasan besar-besaran.

Pengiriman bantuan kemanusiaan juga akan ditingkatkan secara drastis hingga mencapai 600 truk per hari, kata Biden.

Para negosiator akan berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang belum terselesaikan selama tahap pertama yang berlangsung selama enam minggu, termasuk rasio tahanan Palestina yang akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan warga Israel yang disandera.

Usulan tersebut mencakup kalimat yang memungkinkan gencatan senjata diperpanjang sebelum tahap kedua dimulai, selama pembicaraan terus berlanjut.

Rasio pertukaran tahanan merupakan masalah penting karena pada tahap kedua semua sandera yang masih hidup akan dibebaskan, termasuk semua personel militer pria Israel. Pasukan Israel juga akan sepenuhnya mundur dari Gaza.

Fase terakhir meliputi dimulainya pembangunan kembali Gaza, yang diperkirakan memakan waktu hingga lima tahun, dan pemulangan sandera tambahan yang masih ditahan di Gaza.

Sementara itu, Israel melanjutkan serangan brutalnya di Jalur Gaza, menyusul serangan lintas batas yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meski resolusi Dewan Keamanan PBB menuntut gencatan senjata segera.

Kementerian Kesehatan Palestina mencatat jumlah warga Palestina yang menjadi korban tewas akibat serangan Israel yang tiada henti di Gaza sejak 7 Oktober lalu telah mencapai 36.550 orang.

“Pasukan Israel membunuh 71 orang, dan melukai 182 lainnya dalam tujuh ‘pembantaian’ terhadap keluarga dalam 24 jam terakhir,” kata Kementerian Kesehatan Palestina, Selasa

Kementerian juga mendata bahwa setidaknya 82.959 orang terluka dalam serangan gencar tersebut.

“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” tambahnya.

Israel melanjutkan serangan brutal di daerah kantong Palestina sejak 7 Oktober 2023 menyusul serangan Hamas meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera di daerah kantong tersebut.

Hampir delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan, Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang, sebelum mereka akhirnya diserang pada 6 Mei lalu.

photo
BUKTI GENOSIDA ISRAEL - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement