Rabu 05 Jun 2024 07:18 WIB

Standar Tinggi Claudia Sheinbaum

Pencapaian nilai dari setiap indikator merupakan sebuah proses yang penting.

Red: Fernan Rahadi
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta
Foto: amikom
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta

Oleh : Prof Ema Utami (Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA 1.000 HPK ) disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang (UU) pada hari Selasa, 4 Juni 2024 lalu. Salah satu poin penting dalam UU KIA 1.000 HPK ini adalah definisi mengenai anak yang terbatas pada fase 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak terbentuknya janin sampai dengan anak berusia 2 tahun. Hal lain dengan adanya UU ini maka seorang ibu pekerja yang melahirkan memungkinkan untuk mendapatkan cuti hingga enam bulan. UU KIA 1.000 HPK yang terdiri dari 9 bab dan 46 pasal ini disebut sebagai salah satu upaya menyongsong Indonesia Emas 2045. 

Jika merujuk pada situs database peraturan perundang-undangan (peraturan.go.id) maka UU ini melengkapi ribuan peraturan lain yang sudah ada. Tidak dimungkiri bahwa pembuatan berbagai aturan seperti UU tersebut diperlukan dalam upaya menuju visi dan misi yang telah ditetapkan. Tentu UU tersebut harus segera diikuti oleh peraturan pelaksanaannya.  Dengan adanya UU dan peraturan pelaksanaan tersebut maka dapat menjadi rujukan oleh semua pemangku kepentingan dalam melaksanakan kewajiban dan mendapatkan haknya. Kompleks dan heterogennya masyarakat di Indonesia tentu dapat menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam pembuatan peraturan pelaksanaan UU tersebut.

Seperti halnya dalam pendidikan tinggi, berbagai peraturan dibuat dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang  Pendidikan Tinggi. Salah satu yang terbaru adalah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Permendikbudristek ini tentu diharapkan dapat memberikan jaminan terhadap mutu dari pembelajaran yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi (PT).

Akreditasi PT sebagai salah satu mekanisme penilaian yang disebut dalam Permendikbudristek tersebut menjadi unsur penting dalam penjaminan mutu PT.  Adanya Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) yang ditetapkan dalam Permendikbudristek tersebut tentu diharapkan dapat menjadi rujukan pemangku kepentingan, khususnya PT dalam melaksanakan kegiatan proses belajar.