REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis), Prof Atip Latipul Hayat mengungkapkan, kebijakan pemerintah untuk memberikan izin kepada ormas keagamaan mengelola tambang merupakan bentuk reorientasi kebijakan. Sebelumnya, ujar dia, pemanfaatan tambang hanya bisa dinikmati kelompok tertentu.
Menurut dia, ini semacam kebijakan baru dari pemerintah setelah mengevaluasi bagaimana pemanfaatan sumber daya mineral dan pertambangan di Indonesia. Atip mengatakan, pemanfaatan sumber daya mineral dan pertambangan di Indonesia bukan saja terkesan, tapi memang tidak adil. Sumber daya alam itu diberikan kepada satu kelompok tertentu yang betul-betul untuk kepentingan bisnis saja.
"Nah sementara amanat konstitusi itu, (SDA) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, nah ormas dalam hal ini ormas Islam itu adalah yang paling langsung terkait dengan masalah keumatan ini, kesejahteraan (umat) termasuk di dalamnya, karena kita juga mengurus pendidikan dan lain sebagainya," kata Atip kepada Republika, Selasa (4/6/2024).
Atip mengatakan, Persis memahami dan mengapresiasi kebijakan ini, jadi ini semacam reorientasi untuk pengelolaan tambangan. Dia mengatakan, negara masih menguasai lahan tambang. Karena itu, jangan disalahpahami seolah-olah ormas menguasai pertambangan.
Ia mengatakan, ormas justru mendapat kesempatan atau lahan amal soleh yang selama ini didengung-dengungkan. Jika tambang dikelola ormas keagamaan justru akan akan memfilter supaya kegiatan pertambangan ini tidak menjadi perusakan lingkungan.
"Saya juga menggarisbawahi ada kekhawatiran ya terhadap ormas itu (jika mengelola tambang), pertama katanya tidak berpengalaman, ya memang tidak berpengalaman karena selama ini kita itu bukan badan usaha yang memiliki aktivitas dan orientasi bisnis," ujar dia.
Atip menambahkan, undang-undang dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 sudah mengamanatkan perihal konsesi tambang. Karena itu, ormas keagamaan harus bekerja sama dengan badan usaha yang bergerak di bidang pertambangan.
Atip menjelaskan, ormas keagamaan harus menjadi pemegang saham mayoritas dan pegang pengendali. Dengan demikian, secara tersirat ormas itu diberi mandat dan amanat oleh peraturan itu. Untuk menjaga agar pertambangan ini tidak merusak lingkungan, dan orientasinya tidak hanya bisnis semata sambil memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar.
"Nah makanya (ormas keagamaan) bekerja sama dengan yang berpengalaman, tapi pengendalinya ada di ormas. Saya pikir itu sudah tepat PP yang mengatur tentang pemberian izin usaha pertambangan khusus kepada ormas, namanya itu kan khusus," jelas Prof Atip.
Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi meneken aturan yang memberi izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beleid itu diteken Jokowi dan diundangkan pada Kamis (30/5/2024). Aturan baru itu menyertakan pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).