Ahad 26 Jun 2016 04:30 WIB

Antara Habibie dan Widjojo Nitisastro

Rep: Muhammad Iqbal, Sonia Fitri/ Red: M.Iqbal
Prof Dr Widjojo Nitisastro
Foto: wikipedia
Prof Dr Widjojo Nitisastro

REPUBLIKA.CO.ID, Pada medio 1990-an, tepatnya pada 1993, muncul debat di tataran publik terkait konsep pembangunan ekonomi bertajuk Habibienomics dan Widjojonomics. Habibienomics disebut mewakili sosok Menteri Negara Riset dan Teknologi ketika itu Bacharuddin Jusuf Habibie. Sedangkan Widjojonomics diklaim berasal dari penasehat Presiden Soeharto kala itu Widjojo Nitisastro.

Seperti dikutip dari "Dari Soekarno Sampai SBY", istilah Habibienomics untuk pertama kali ditampilkan oleh Kwik Kian Gie dalam tulisannya di sebuah media Jakarta pada 4 Maret 1993. Kwik menciptakan istilah ini berdasarkan isi pidato Habibie yang dibacakan dalam sebuah pertemuan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jakarta. Inti Habibienomics adalah "Perekonomian harus dikembangkan melalui perebutan teknologi canggih untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju. Indonesia tidak boleh hanya menjadi negara yang hanya bisa memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif, tetapi harus memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif itu bisa dicari melalui pengejaran teknologi tinggi," tulis Arief Budiman menyimpulkan pemikiran Habibie.

Sebaliknya, Widjojonomics berisikan pandangan bahwa negara sedang berkembang hanya bisa memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif yang kurang diminati negara maju, seperti tekstil dan lain-lain yang kurang memiliki kandungan teknologi maju. Kontroversi antara Habibienomics dan Widjojonomics berlangsung lama. Habibienomics didukung para ekonom dan ICMI dan CIDES, sedangkan Widjojonomics didukung hampir semua teknokrat ekonomi yang menjadi perancang dan pelaksana pembangunan ekonomi orde baru sejak awal, khususnya Prof Soemitro, Prof Ali Wardhana, dan Prof Sadli.

Meskipun demikian, ekonom senior Indef Fadhil Hasan menilai Habibienomics dan Widjojonomics tak lebih dari sekadar istilah pers semata. "Istilah-istilah itu cuma common sense," ujarnya kepada Republika. Hal senada diutarakan oleh Habibie saat diwawancarai Republika di The Habibie & Ainun Library, Jakarta, Ahad (19/6).