Rabu 19 Oct 2016 07:00 WIB

Kisah Merosotnya Nilai Tukar Rupiah di Zaman Sukarno

Uang kuno. Ilustrasi
Foto: Antara
Uang kuno. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Ada istilah Betawi: “Cepeng bau tai ayam”. Kiasan ini diucapkan seseorang untuk menyatakan bahwa dirinya lagi tidak berduit, alias tafran. Tidak punya fulus, kata orang Arab. Bokek, menurut istilah sekarang yang konon berasal dari bahasa Cina.

Tapi, mungkin banyak yang tidak tahu apa itu cepeng. Cepeng berasal dari kata fen, satuan mata uang Cina terkecil yang pernah berlaku di Indonesia. Nilainya seperempat sen. Entah karena apa, oleh lidah Betawi disebut peng. Atau cepeng, yang berarti satu peng.

Di Bandar Sunda Kelapa, Pasar Ikan, jauh sebelum kedatangan VOC, sudah berdatangan para pedagang Cina. Demikian pula pedagang Arab dan Portugis, hingga berlakunya juga mata uang cruzede (Portugis) dan real (Arab).

Pada masa awal VOC, Belanda banyak menggunakan mata uang Cina. Terdiri dari uang logam yang di tengahnya berhuruf Cina, dan dibuat dari timah hitam. Kapiten Cina, Souw Beng Kong, pernah ditugaskan VOC untuk mendatangkan mata uang itu dari daratan Cina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement