Rabu 15 Mar 2017 10:10 WIB
Pulangnya Bung Hatta

Usaha PKI Gulingkan Pemerintahan Mohammad Hatta

Kader Partai Komunis Indonesia (PKI).
Foto: Perpusnas
Kader Partai Komunis Indonesia (PKI).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lintar Satria, Wartawan Republika

Dalam lembaran sejarah Indonesia, Partai Komunis Indonesia (PKI) tercatat sudah beberapa kali melakukan pemberontakan. Seperti yang terjadi di Madiun, Jawa Timur pada 18 September 1948, di mana PKI mencoba mengambil alih pemerintahan dari tangan Sukarno dan Mohammad Hatta.

Pada 20 September 1948, Hatta yang saat itu menjadi Wakil Presiden memberi Keterangan Pemerintah kepada Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (KNP). Keterangan yang diberikan Hatta pada saat itu terkait dengan pemberontakan Madiun yang dilakukan PKI. Karena pemberontakan Madiun, Hatta meminta KNP mensahkan Undang-undang tentang Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden Dalam Keadaan Bahaya selama tiga bulan.

Hatta menuturkan, pemberontakkan PKI dimaksudkan menjadikan Musso menjadi presiden dan Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri Indonesia. Dalam pertemuan itu Hatta menjelaskan Muso dengan Front Demokrasi Rakyat (FDR) sudah melakukan aksi legal dan ilegal untuk merebut kekuasaan.

Di hadapan KNP, Hatta memaparkan empat cara FDR merencanakan aksi-aksinya. Pertama dengan rapat-rapat besar dan tertutup dengan mengadakan berbagai demostrasi. Kedua mengadakan pemogokkan-pemogokkan. Tiga mengadakan kekacauan dengan menganjurkan perampokan dan penculikan dan terakhir perampasan kekuasaan.

“Keempat fase itu dijalankan oleh FDR dengan cara teratur sekali. Perampasan kekuasaan di Madiun pun  dilakukan dengan mempergunakan barisan garong yang habis merampasi harta benda pegawai-pegawai Pemerintah di sana,” kata Hatta seperti yang dikutip dari kumpulan tujuh karya tulis Mohammad Hatta berjudul Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan yang terbit pada 1997.

FDR dibentuk memang untuk menjatuhkan Hatta dari kursi kepemimpinan. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia VI dirawikan, sesudah Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh, Presiden Sukarno menunjuk Hatta membentuk kabinet baru. Dalam membentuk kabinet koalisi Hatta mengikutsertakan semua partai untuk menggalang persatuan nasional. Pada saat itu Sayap Kiri mendapat tiga kursi. Tapi mereka meminta empat kursi.

Dalam buku yang ditulis Margawati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto itu, Hatta tidak dapat mengabulkan permintaan Sayap Kiri karena ditentang Partai Masyumi. Akhirnya Hatta menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan, posisi yang diminta oleh Sayap Kiri. Kabinet ini didukung Masyumi, PNI, Partai Katholik dan Parkindo. Satu-satunya Sayap Kiri yang masuk kabinet ialah Supeno sebagai Menteri Pembangunan dan Pemuda atas nama perseorangan.

Amir Sjarifuddin lantas membentuk FDR guna melancarkan oposisi terhadap pemerintahan Kabinet Hatta. FDR merupakan gabungan partai dan organisasi kiri yang terdiri dari Partai Sosialis (PS), Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), dan Barisan Tani Indonesia (BTI).

Saat itu, FDR menuntut Kebinet Hatta dibubarkan dan Persetujuan Renville yang dipimpin Amir Sjarifuddin dibatalkan. Mereka juga meminta perundingan dengan Belanda dihentikan dan semua milik asing dinasionalisasikan tanpa ganti rugi.

Pemberontakan Madiun dilakukan pada 18 September 1948. Seperti tertulis dalam buku Pemberontakan PKI-Muso Di Madiun 18-30 September 1948 yang ditulis Rachmat Susatyo, berita tentang terjadinya coup d’etat tersebut mula-mula disiarkan Harian Murba di Surakarta. Bahkan jauh sebelumnya Harian Murba juga telah menyintir PKI akan segera mengadakan pemberontakan. Tetapi karena pemerintah tidak mengadakan reaksi atas berita tersebut, rakyat masih ragu-ragu menerima kebenaran berita itu.

Ketika ada pengumuman resmi dari pemerintah yang menyatakan Kota Madiun telah diambil alih oleh PKI rakyat baru yakin atas kebenaran berita tersebut. Pemberontakan ini memakai tenaga salah satu kesatuan brigade TNI di Jawa Timur mereka menyerang alat-alat kekuasaan negara dan mengganti pemerintah daerah secara tidak sah.

Pasukan-pasukan komunis yang dipimpin Sumarsono, Dahlan dan Djokosujono dengan cepat telah bergerak menguasai seluruh kota Madiun, karena sebagian besar tentara di kota itu tidak mengadakan perlawanan. Madiun dijadikan kubu pertahanan dan titik tolak untuk menguasai seluruh wilayah RI.

Pemberontakan PKI di Madiun tersebut dimulai pada jam 03.00 setelah terdengar tembakan pistol tiga kali sebagai tanda dimulainya gerakan non-parlementer yang disusul dengan gerakan perlucutan senjata. FDR juga menduduki tempat-tempat penting di kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon, dan Kantor Polisi Dalam gerakan ini kesatuan PKI telah melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang militer. Perebutan kekuasaan ini berjalan lancar, kemudian mereka mengibarkan bendera merah di depan Balai Kota. Melalui Radio Madiun, pimpinan pemberontak mengadakan pidato-pidato penyerangan terhadap pemerintah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement