REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa ahli sejarah menilai peristiwa hijrah Rasulullah shalallahu alahi wassalam dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah, sebagai titik balik kebangkitan peradaban umat Islam. Dari awalnya selalu ditekan, diintimidasi, dan diteror, berubah menjadi masyarakat yang lebih leluasa menerapkan ajaran Islam.
Bahkan Rasulullah sukses membentuk masyarakat yang berperadaban yang sangat disegani di seluruh kolong bumi. Karena hijrah bukan lari dari medan perjuangan dakwah.
Justru hijrah adalah satu strategi perjuangan untuk menyelamatkan akidah umat dan menyebarkan Islam yang rahmatan lil 'alamin. Dari 23 tahun masa kerasulan, 13 tahun di antaranya Rasulullah habiskan di kota kelahiran beliau, Makkah. Sedangkan selama 10 tahun sisanya, beliau berdakwah di Madinah al-Munawwaroh.
Selama di Makkah, Rasulullah menerapkan dua strategi dakwah, yaitu dengan berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3-4 tahun. Kemudian dakwah secara terang-terangan yang dimulai sejak tahun keempat kerasulan.
Menurut sejarawan Muslim Arab, Ibn Ishaaq (wafat antara 150-159 H/761-770 M), selama tiga tahun pertama Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Pada masa itu Rasulullah berdakwah kepada orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya, kerabat serta sahabat dekatnya.
Artinya, beliau menyeru orang-orang yang beliau yakini dapat merahasiakan pesan yang dibawanya. Di antara mereka yang masuk Islam pada periode ini adalah Khadijah, Waraqah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr, Zaid bin Haritsah, Sa’ad bin Abi Waqas, Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Abd al-Rahman bin ‘Auf, Abdullah bin Mas’ud, dan beberapa orang budak (termasuk Bilal bin Rabah).
Syeikh Tawfique Chowdhury dalam Mercy to the World mengatakan pendapat populer yang menyebut mayoritas pemeluk Islam pada periode ini berasal dari kalangan budak dan fakir miskin tidaklah benar. “Dari 67 Muslim pertama, hanya 13 di antaranya yang berasal dari golongan miskin, non-Arab, dan budak yang dibebaskan,” ujarnya.
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Ada beberapa tahapan yang dilakukan Rasulullah pada awal-awal dakwah secara terang-terangan.
Pertama mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada tiga kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Kedua Rasulullah mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab tak lama setelah Hamzah (581-644 M).
Menurut Syeikh Tawfique, seruan terbuka tersebut segera memicu respon para pemimpin Quraisy. Penentangan mereka terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah saw berlangsung hingga bertahun-tahun setelahnya. Alasan utama pemimpin Quraisy menentang Rasulullah dan menghalang-halangi dakwah Islam adalah faktor ekonomi.
Selanjutnya dakwah Rasulullah terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak enam orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Di antaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pada gelombang ketiga terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Adapun isi Bai’atul Aqabah adalah pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah Tidak hanya itu para penduduk Yatsrib memohon kepada Rasulullah dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.