Rabu 30 Dec 2015 07:00 WIB

Glodok: Menguak Jejak Orang Tionghoa

Suasana Glodok sebelum perang.
Foto: Arsip Nasional
Suasana Glodok sebelum perang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Glodok yang mendapat julukan China Town atau Pecinan diabadikan melalui foto sekitar 1940-an. Dalam foto tersebut, terlihat gedung-gedung tua dengan aksara Mandarin. Sedangkan, rumah-rumah yang sekaligus toko (ruko) masih meniru gaya di daratan Cina.

Masih terlihat tiang listrik dan telepon yang kini sudah tidak terdapat lagi dan berada di bawah tanah. Glodok 60 tahun lalu ramai dengan manusia yang lalu-lalang. Sado merupakan alat tranportasi utama kala itu, sedangkan becak baru muncul setelah pendudukan Jepang (1942-1945).

Kini, banyak warga Tionghoa di Glodok yang menjadikan kawasan ini sebagai tempat menggelar dagangannya. Sebagian mereka telah pindah ke kawasan elite dan memiliki rumah mewah, seperti di Pantai Indah Kapuk, Pluit, Sunter, Ancol, dan Pondok Indah.

Glodok pada masa Belanda seperti juga sekarang merupakan wilayah ekonomi yang tak henti memompa denyut perdagangan, bukan hanya sekadar kawasan yang identik dengan Pecinan. Dalam sejarah kontemporer Jakarta, Glodok punya banyak arti: perjuangan kaum migran, kejayaan, keterpurukan, dan perlawanan terhadap nasib dan penindasan.

Ada banyak hal untuk mengenang Glodok tempo doeloe: para kapitan Cina selama ratusan tahun berjaya, ribuan orang Cina pernah dibantai dengan kejam oleh Belanda, nostalgia Imlek (tahun baru Cina), Cap Go Meh (malam ke-15 Imlek), dan Peh Cun (hari ke-100 tahun baru Imlek).

Jejak-jejak tersebut terus luntur dimakan waktu dan zaman. Padahal, itu masih tetap terasa kental dan menjadi sejarah yang memperkaya Jakarta. Setelah 30 tahun dilarang Orde Baru, kini setiap menjelang Imlek kita dapati Glodok tengah bersiap merayakan hari tahun barunya.

Tidak disangsikan lagi, Glodok adalah daerah tradisional, tradisi yang berasal dari negeri leluhur ketika mereka berimigrasi besar-besaran sekitar 400 tahun lalu dari daratan Cina. Kalau kita mau lebih mendalam lagi mengetahui asal usulnya, glodok berasal dari nama yang berbunyi grojok-grojok.

Tempat ini merupakan pemberhentian kuda-kuda penarik beban untuk diberi minum. Di kawasan Glodok, terdapat pertokoan Pancoran yang dulunya adalah tempat orang mengambil air minum dan mandi.

Menjelajahi atau melihat foto-foto abad ke-19 dan awal abad ke-20, kita akan mendapati orang Tionghoa yang lalu-lalang dengan rambut dikepang panjang ke belakang dan bagian depan dicukur licin. Hal itu merupakan tradisi warisan dari Manchu yang menjajah daratan Cina selama tiga ratus tahun.

Pemerintah kolonial Belanda sendiri, di samping mengharuskan orang Cina tinggal di satu tempat, melarang mereka berbusana seperti pribumi dan Barat. Mereka yang melanggar peraturan ini dikenakan hukuman denda, bahkan kurungan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement