REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Foto awal abad ke-20 atau hampir satu abad lalu ini memperlihatkan suasana jalan raya di Gang Scott, Weltevreden. Setelah kemerdekaan, gang itu diubah namanya menjadi Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat.
Mengapa Belanda memberikan nama Gang Scott? Pada masa penjajahan, pemerintah kolonial memberikan nama jalan atau tempat mengacu pada tokoh yang tinggal di jalan tersebut.
Gang Scott diambil dari nama seorang keturunan Inggris, Robert Scott, bekas pimpinan Pelabuhan Semarang (Tanjung Emas) yang tiba di Batavia pada 1820. Tokoh yang cukup termasyhur inilah yang membangun Gang Scott dalam area di kedua sisi jalan di kediamannya.
Tentu saja, kediamannya itu kini sudah tidak berbekas lagi di Jalan Budi Kemuliaan. Akan tetapi, letaknya kira-kira ada di sudut timur Jalan Budi Kemuliaan yang kini sudah menjadi gedung Bank Indonesia (BI). Tempat ini pada masa kolonial juga disebut Kampung Scott (Scott Village).
Seluruh bagian kiri Budi Kemuliaan hingga ke Jalan Abdul Muis, yang menghubungkan Tanah Abang-Harmoni-Jakarta Kota, kini sudah menjadi bagian gedung BI (bank sentral). Gedung BI yang sebelumnya bernama De Javasche Bank terletak di depan Stasiun BEOS.
Pada 1963, gedung itu dipindahkan ke Jalan Thamrin. Pada masa Orde Baru, bagian kiri seluruh Jalan Budi Kemuliaan menjadi bagian dari kantor pusat BI, termasuk sebuah masjid megah dan besar. Yang tersisa di bagian ujung jalan ini adalah Rumah Bersalin Budi Kemuliaan yang telah berdiri sebelum Perang Dunia II.
Dalam foto, tampak seorang polisi yang lebih banyak menganggur karena sepinya jalan. Terlihat pula sado (bendi) yang tengah membawa penumpang.
Di bagian kanan foto, tampak sebuah rumah tembok yang kini menjadi gedung belasan tingkat kepunyaan PT Indosat yang dibangun pada 1970-an. Di belakangnya, terdapat Kedutaan Besar Malaysia yang pada 1964 didemo dan diduduki oleh ribuan pemuda saat konfrontasi RI-Malaysia. Tidak ampun lagi, bendera Malaysia dan foto PM Tengku Abdurahman Putra dibakar.
Kembali ke tempat berdirinya gedung BI, di sini terdapat gereja milik masyarakat Armenia. Negara tersebut kini menjadi negara merdeka setelah menjadi bagian dari Uni Soviet.
Negara di Asia Barat Daya ini berpenduduk sekitar 3,5 juta jiwa. Sejak pertengahan abad ke-17, sejumlah kecil orang Armenia aktif dalam perdagangan dan industri di Maluku. Mereka oleh pemerintah kolonial disamakan statusnya sebagai orang Barat. Jumlah mereka bertambah banyak pada akhir abad ke-18.
Pada 1831, seorang Armenia di Batavia, Jacobus Arathon, membangun tempat ibadah bagi masyarakat Armenia. Mula-mula, bangunan itu dari kayu. Kemudian, bangunan itu menjadi sebuah gereja yang terbuat dari beton yang kini sudah menjadi bagian dari gedung perkantoran BI setelah digusur pada 1963 atau 1964.
Setelah Perang Dunia II (1945), banyak orang Armenia di Indonesia yang hijrah ke Amerika Serikat. Pada 1976, jumlahnya mencapai 300-an jiwa.
Di Jakarta, warga Armenia yang umumnya pedagang dan importir mesin juga mendirikan rumah sosial untuk warganya. Kini, tidak diketahui berapa jumlah warga Armenia di Indonesia.
Gedung PT Indosat dahulu merupakan tempat kediaman Farah Gladies, dara jelita yang menikah dengan almarhum Salah Bisyir, seorang kaya raya pada 1960-an. Setelah suaminya wafat dalam usia muda, Farah dikabarkan menikah dengan seorang menteri bidang ekuin pada masa pemerintahan Pak Harto. Sebelum tergusur, di Budi Kemuliaan terdapat Gang Timbul yang penghuninya warga Betawi.