REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia pada tahun ini mengalami peningkatan. Namun, lembaga itu mencatat pekurban dari kelas menengah mengalami penurunan, salah satunya disebabkan oleh badai pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pada tahun ini, potensi ekonomi kurban mencapai Rp 28,2 triliun yang berasal dari 2,16 juta pekurban (shahibul qurban). Proyeksi tersebut naik dari tahun lalu (2023) yang diestimasikan mencapai Rp 24,5 triliun dari 2,08 juta orang pekurban. Artinya, ada kenaikan sekitar 80 ribu pekurban pada tahun 2024 ini.
“Dari 2,16 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban, kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,21 juta ekor, sedangkan sapi-kerbau sekitar 587 ribu ekor,” kata Tira Mutiara, Peneliti IDEAS dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (7/6/2024).
Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 41 persen serta berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57 persen, maka potensi ekonomi kurban 2024 dari sekitar 1,79 juta hewan ternak ini setara dengan 117,2 ribu ton daging.
“Walaupun secara umum mengalami kenaikan, namun jika kita melihat data masyarakat Muslim yang berpotensi menjadi pekurban kambing-domba dengan bobot 20-40 kg per ekor turun sekitar 7 persen dari 734 ribu menjadi 709 ribu pekurban. Kelompok ini merupakan masyarakat kelas menengah,” ungkap Tira.
Menurut Tira, kondisi ekonomi saat ini dengan banyaknya fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan tingginya pengangguran menyebabkan pendapatan kelas menengah-bawah mengalami stagnansi bahkan penurunan signifikan. Sehingga masyarakat yang mampu berkurban tahun lalu (2023), saat ini terdampak dengan fenomena tersebut tidak mampu bekurban lagi pada tahun ini.
“Secara kontradiktif kami menemukan adanya kenaikan pekurban sapi-kerbau dengan berat sekitar 750 kg per ekor, yang rata-rata berasal dari masyarakat kelas terkaya naik sekitar 21 persen dari 63,9 ribu menjadi 77,6 ribu pekurban,” tutur Tira.
Tira menambahkan fenomena turunnya pekurban masyarakat kelas menengah dan naiknya pekurban masyarakat kelas terkaya mengonfirmasi kesenjangan ekonomi yang semakin ekstrem di Indonesia.