REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Israel mengindikasikan akan menolak resolusi gencatan senjata yang disepakati Dewan Keamanan PBB pada Senin (10/6/2024) waktu New York. Mereka mengatakan tetap bertekad menghabisi Hamas dari Jalur Gaza.
Perwakilan PBB Reut Shapir Ben Naftaly mengatakan bahwa Israel tetap akan melakukan operasi di Gaza untuk membebaskan tawanan yang ditahan di Gaza, menghancurkan kemampuan pemerintahan dan militer Hamas, dan dan memastikan Gaza tidak menimbulkan ancaman bagi Israel di masa depan.
Dia melontarkan komentar tersebut setelah Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui gencatan senjata segera di Gaza. “Yang perlu dilakukan Hamas untuk menghentikan perang adalah menyerahkan senjatanya dan menyerah,” kata dia dilansir Aljazirah.
“Setelah tujuan-tujuan ini tercapai, perang akan berakhir. Tak ada lagi tembakan yang perlu dilakukan, sayangnya, selama delapan bulan terakhir, Hamas menolak,” katanya.
“Israel tidak akan terlibat dalam negosiasi yang tidak berarti dan tanpa akhir, yang dapat dimanfaatkan oleh Hamas sebagai cara untuk mengulur waktu,” kata Ben Naftaly, koordinator politik misi Israel untuk PBB. “Waktunya telah tiba bagi dewan ini untuk meminta pertanggungjawaban Hamas, menyalahkan mereka, dan mengutuk teror.”
Para pejuang Palestina termasuk Hamas melakukan penyerangan ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu untuk membebaskan diri dari kepungan menahun Israel terhadap Gaza. Mereka kemudian membawa sekitar 250 sandera militer dan sipil dari Israel untuk ditukar dengan ribuan warga Palestina yang ditahan Israel tanpa proses hukum selama ini. Dalam serangan itu, Israel mengeklaim sekitar 1.200 orang militer dan sipil tewas.
Israel kemudian melancarkan pembalasan brutal di Jalur Gaza melalui serangan militer dan blokade kebutuhan hidup. Sejauh ini agresi Israel itu telah menewaskan lebih dari 37 ribu orang. Israel tengah diselidiki di Mahkamah Internasional atas dakwaan melakukan genosida di Gaza dalam serangan itu. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Panglima IDF Yoav Gallant juga diburu Mahkamah Pidana Internasional dengan dugaan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. PBB belakangan juga memasukkan Israel dalam daftar hitam entitas yang membahayakan nyawa anak-anak.
Bukan hanya melawan tekanan dunia internasional, penolakan Israel atas gencatan senjata ini juga melawan kehendak warganya. Para anggota keluarga sandera terus mendesak pemerintahan Benjamin Netanyahu menyepakati gencatan senjata untuk membebaskan sandera.
“Kami memahami bahwa [misi penyelamatan] seperti itu tidak dapat dilakukan untuk 120 orang (sandera yang tersisa), itulah sebabnya kami meminta pemerintah, yang makin tak populer, untuk melaksanakan dan melaksanakan rencana yang ada di meja,” kata Orit Meir, ibu dari Almog Meir Jan yang dibebaskan tentara Israel lewat operasi pembantaian sekitar 280 warga Gaza di Nuseirat pada Sabtu lalu. Tentara Israel kala itu melakukan pemboman habis-habisan sebelum akhirnya berhasil membawa empat sandera dari Gaza.
Saat Hamas dituding belum menerima kesepakatan gencatan senjata oleh Israel, kenyataan di lapangan justru Israel yang terus melakukan pembantaian. Kantor berita WAFA melansir, lima warga sipil syahid dan lainnya terluka dalam serangan udara Israel yang menargetkan kota Rafah dan Khan Younis, di selatan Jalur Gaza pada Senin (10/6/2024).
Sumber-sumber medis mengatakan bahwa lima warga sipil tewas dan 30 lainnya terluka akibat pemboman pendudukan di kota Rafah, dan mencatat bahwa kota tersebut telah menyaksikan penembakan artileri yang sedang berlangsung di sekitar Bundaran Al-Alam di sebelah barat kota.
Sementara itu, pesawat-pesawat tempur pendudukan juga menargetkan tenda-tenda pengungsi di Mawashi Khan Yunis, yang mengakibatkan beberapa warga sipil terluka. Jumlah syuhada akibat agresi mematikan Israel terhadap Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 kini telah melonjak menjadi 37.124 orang pada Senin. WAFA menambahkan bahwa setidaknya 84.712 orang lainnya juga terluka dalam serangan gencar tersebut.
Setidaknya 40 orang syahid dan 218 lainnya terluka dalam serangan Israel yang terjadi dalam 24 jam terakhir, tambah mereka. Banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan karena tim penyelamat masih belum dapat menjangkau mereka.